Nabi Hud AS adalah
nabi keempat. Ia diutus Allah SWT untuk berdakwah kepada kaum `Ad (para
penyembah berhala). Nabi Hud menyeru kaum `Ad agar kembali ke jalan yang benar.
Namun, kaum `Ad mengingkari Nabi Hud. Akhirnya, mereka diazab dengan badai
topan yang dahsyat.
Kesombongan
Kaum `Ad
“Maka
adapun kaum `Ad mereka menyombobgkan diri di bumi tanpa (mengindahkan)
kebenaran, dan mereka berkata, ‘Siapakah yang lebih hebat kekuatannya daripada
kami?’ Tidakkah mereka memerhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan
mereka. Dia lebih hebat kekuatan-Nya daripada mereka. Dan mereka telah
mengingkari tanda-tanda (kebesaran) Kami.” (QS. Fushilaat
[41]: 15)
Kaum `Ad adalah para
pekerja keras yang sukses. Mereka dikaruniai tubuh yang kuat dan kekar, juga
keahlian mengolah lahan pertanian. Negeri mereka, Al-Ahqaf, adalah negeri yang
subur. Hasil perkebunan dan pertanian melimpah ruah. Ternak mereka juga
berkembang biak dengan cepat. Tak heran apabila kaum `Ad sangat kaya raya.
Namun, kaum `Ad tidak pandai bersyukur. Mereka sombong, merasa hebat dan kuat.
Padahal, mereka adakalanya sakit.
Selain itu, kaum `Ad
juga para penyembah berhala. Mereka membuat berhala dari batu. Berhala-berhala
itu mereka namakan Shamud dan Al-Hattar. Kaum `Ad, tenggelam dalam kesesatan dan
kebodohan.
Berdakwah
kepada Kaum `Ad
“Dan
kepada kaum `Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Dia berkata, ‘Wahai kaumku!
Sembahlah Allah! Tiada tuhan bagimu selain Dia. (Selama ini) kamu hanyalah
mengada-ada.” (QS. Huud [11]: 50)
Allah SWT mengutus
Nabi Hud untuk menyadarkan kaum `Ad. Nabi Hud, menyeru kaumnya agar menyembah
Allah SWT dan mau bersyukur. Nabi Hud mengingatkan kaum `Ad akan nikmat-nikmat
Allah SWT yang selama ini mereka rasakan. Namun, kaum `Ad menolak seruan Nabi
Hud. Mereka tidak mau meninggalkan berhala-berhala sesembahan mereka. Mereka
justru menuduh Hud sebagai pendusta.
Nabi Hud menyadarkan
kaumnya dengan sabar. Ia jelaskan bahwa ia bukan pendusta. Ia diutus oleh Allah
SWT untuk menyampaikan kebenaran. Namun, kaum `Ad tetap ingkar. Mereka kukuh
memegang keyakinannya yang sesat.
Nabi Hud tidak putus
asa. Ia terus berdakwah kepada kaumnya. Nabi Hud mengingatkan tentang azab yang
menimpah kaum Nabi Nuh. Namun, mereka justru menuduh Nabi Hud berdusta. Mereka
tidak percaya dengan kisah kaum Nabi Nuh. Hanya beberapa orang yang mau
mendengar seruan Nabi Hud.
Kaum `Ad yang
Ingkar
“Kami
hanya mengatakan bahwa sebagian sesembahan kami telah menimpakan penyakit gila
atas dirimu. Dia (Hud) menjawab, ‘Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan
saksikanlah bahwa aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” (QS. Huud [11]: 54)
Ratusan tahun, Nabi
Hud berdakwah mengajak kaumnya kepada kebenaran. Namun, kaum `Ad tetap keras
kepala. Setiap kali Nabi Hud berdakwah, kaum `Ad justru mengejek dan mengolok-olok
Nabi Hud.
“Hai Hud, rupanya
pikiranmu benar-benar telah sinting. Sekarang kau sudah gila ya? Makanya kau
jangan macam-macam. Itulah kutukan dari tuhan-tuhan kami,” olok-olok salah
seorang di antara mereka.
“Kau memang sudah
gila, Hud. Kata-katamu tidak masuk akal bagi kami. Kami tidak akan pernah
mengikutimu. Enyah saja kau dari hadapan kami,” sambung yang lain.
Nabi Hud tetap sabar.
Ia ingatkan kaumnya akan azab Allah SWT yang pedih jika mereka tetap ingkar.
Namun, usaha Nabi Hud tetap tidak berhasil. Segala cara telah dicoba namun
selalu menemui jalan buntu. Kaum `Ad justru menentang agar azab segera
diturunkan.
Nabi Hud merasa
kaumnya benar-benar telah dibutakan oleh iblis. Tidak ada harapan lagi. Ia pun
berkata kepada kaumnya, “Baiklah. Kalau memang kalian tetap membatu dan tidak
mau mendengar seruanku. Tunggulah azab dari Tuhanku. Kalian semua pasti
binasa.”
Kehancuran
Kaum `Ad
“Maka
ketika melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, mereka
berkata, ‘Inilah awan yang akan menurunkan hujan untuk kita.’ Bukan! Tetapi itu
adalah azab yang kamu minta disegerakan datangnya, (yaitu) angin yang
mengandung azab yang pedih.” (QS. Al-Ahqaf [46]:
24)
Azab yang dijanjikan
pun tiba. Mula-mula dating musim kemarau yang panjang. Panas matahari luar biasa
memanggang bumi. Air sungai menjadi kering. Sumur-sumur tidak lagi mengeluarkan
air. Hewan ternak mati kehausan. Sawah dan lading mati mengering. Namun, kaum
`Ad benar-benar kelewat batas. Mereka belum juga sadar. Bukannya bertobat
kepada Allah SWT, mereka justru datang ke berhala-berhala yang tidak berguna
itu agar menurunkan hujan.
Tidak lama berselang,
muncul gumpalan awan hitam yang tebal dan pekat. Kaum `Ad bersorak-sorai
kegirangan. Mereka mengira itu pertanda akan turun hujan.
“Hai Hud, lihatlah ke
langit sana! Awan hitam tebal. Sebentar lagi hujan akan turun. Tuhan-tuhan kami
telah mengabulkan permintaan kami,” kata seorang di antara mereka dengan
sombongnya.
“Awan itu bukan awan
pembawa rahmat. Tetapi, itulah awan yang akan menghancurkan kalian. Tunggulah!
Azab Allah yang kalian minta, akan segera tiba. Itu, sebagai balasan atas
pembangkangan kalian,” jawab Nabi Hud tenang.
Benar saja, tidak lama
kemudian angin topan bertiup sangat kencang. Angin itu menukik dari langit.
Suaranya bergemuruh sangat menakutkan. Angin itu rasanya sangat dingin. Lebih
dingin daripada es. Angin itu menerbangkan apa saja yang menghalanginya.
Pepohonan tumbang. Kaum `Ad panik. Mereka berlarian masuk ke rumah. Tetapi, yang
terjadi justru angina itu bertiup begitu dahsyat sehingga rumah-rumah kaum `Ad
disapunya. Bangunan-bangunan megah itu seketika hancur menimbun orang-orang di
dalamnya.
Selama tujuh hari
delapan malam, angin topan menderu-deru mencari mangsa. Jerit tangis dan
teriakan penyesalan terdengar di mana-mana. Namun, semua sudah terlambat.
Nabi Hud dan
Pengikutnya Selamat
“Maka
Kami selamatkan dia (Hud) dan orang-orang yang bersamanya dengan rahmat Kami….”
(QS. Al-A`raaf [7]:
72)
Kaum `Ad binasa
diterjang angina topan. Tidak ada yang tersisa. Semua penjuru negeri itu luluh
lantak. Mayat-mayat bergelimpangan. Hanya Nabi Hud dan pengikutnya yang
selamat. Ketika azab tengah berlangsung, Nabi Hud dan para pengikutnya berdiam
diri di dalam rumah. Rumah-rumah mereka dilindungi Allah SWT dari amukan angina
topan. Mereka tidak mengalami kesulitan sedikit pun. Mereka tidak tertimpa
sebutir batu atau merasakan dinginnya angin topan. Mereka hanya mendengar jerit
tangis yang memilukan.
Negeri Al-Ahqaf
telah hancur lebur . Tidak layak lagi untuk tempat tinggal. Nabi Hud dan
para pengikutnya memutuskan untuk pindah ke Hadramaut. Di sana mereka memulai
kehidupan baru.
Nabi Hud wafat di Hadramaut dalam usia 472
tahun. Makamnya pun masih dapat dilihat sekarang ini. Makam itu terletak
sekitar 50 kilometer dari Kota Siwun, Yaman.
Hikmah
Kisah
Nikmat yang kita
rasakan adalah karunia Allah SWT yang harus disyukuri. Syukur akan menambah
nikmat. Sebaliknya, kufur nikmat akan mendatangkan azab.
Selain itu, sikap
sabar sangat dibutuhkan untuk mengajak orang lain kepada kebenaran. Seperti
yang dilakukan oleh Nabi Hud.
Kisah ini diambil dari
buku yang berjudul Kisah Menakjubkan
25 Nabi & Rasul, Semoga cerita ini dapat bermanfaat bagi kalian
semua.
Read more »
0 comments:
Post a Comment