Monday, September 23, 2013

Kisah Menakjubkan Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS

Nabi Musa AS adalah nabi kelima belas. Sedangkan, Nabi Harun AS adalah nabi keenam belas. Nabi Musa diutus Allah untuk berdakwah di Mesir. Ia didampingi oleh saudaranya, Nabi Harun. Nabi Harun berperan sebagai juru bicara Nabi Musa. Nabi Musa dan Nabi Harun berhasil membebaskan Bani Israil dari tirani Fir`aun. Nabi Musa menerima Kitab Taurat di Gunung Sinai. Nabi Musa wafat di puncak Gunung Nibu, Syam.

Kelahiran Musa
“Sungguh Fir`aun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil), dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh dia (Fir`aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash [28]: 4)

Dahulu kala, Mesir dipimpin oleh seorang raja yang sangat kejam. Namanya Fir`aun. Rakyat Mesir sangat menderita, terutama Bani Israil. Mereka ditindas oleh Fir`aun. Fir`aun tidak segan-segan menghukum rakyatnya yang melawan.

Bukan hanya kejam, Fir`aun juga sangat sombong. Puncaknya, ia mengaku dirinya sebagai tuhan. Ia memaksa rakyatnya agar menyembahnya. Jika ada yang menolak, hukuman mati balasannya.

Pada suatu malam, Fir`aun bermimpi negeri Mesir yang dipimpinnya hangus terbakar. Seluruh rakyatnya mati kecuali seorang dari kalangan Bani Israil. Fir`aun menjadi gelisah. Kemudian, ia menghadirkan semua juru ramal. Ia menanyakan arti mimpinya itu.

“Bahaya paduka, mimpi itu pertanda buruk. Suatu hari nanti kekuasaan paduka akan digulingkan oleh seorang dari kalangan Bani Israil,” terang salah seorang juru ramal.

Fir`aun menjadi gelisah. Ia kemudian memerintahkan prajuritnya untuk membunuh semua bayi laki-laki yang lahir dari kalangan Bani Israil. Prajurit kerajaan melaksanakan perintah Fir`aun.

Mereka berpatroli keliling kota. Menyusuri pelosok desa. Mereka menggeledah setiap rumah. Setiap bayi laki-laki yang mereka temukan, mereka bunuh tanpa rasa iba.

Pada saat genting itulah, Musa lahir. Ibunda Musa, Yukabad, dan suaminya, Imran, telah mengungsi ke desa terpencil di hulu Sungai Nil. Musa pun lahir dengan selamat.

Namun, Yukabad tidak tenang. Ia khawatir suatu hari prajurit kerajaan akan menemukan anaknya. Saat itulah, Allah SWT mengilhamkan kepada Yukabad agar menghanyutkan Musa ke Sungai Nil. Allah mengilhamkan kepada Yukabad agar jangan khawatir. Musa akan selamat dan akan dipertemukan kembali dengannya.

Musa Diasuh oleh Asiah
“Maka dia dipungut oleh keluarga Fir`aun agar (kelak) dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka….” (QS. Al-Qashash [28]: 8)

Peti bayi Musa tersangkut di dahan sebuah pohon. Kemudian, peti itu ditemukan oleh istri Fir`aun, Asiah. Saat itu, Asiah sedang berjemur di pemandian istana. Pemandian istana Fir`aun menghadap ke Sungai Nil.

Asiah membuka peti itu. Ia sangat terkejut begitu melihat isi peti. Seorang bayi yang gemuk dan sehat. Ia sangat senang terhadap bayi itu. Asiah membawa dan memperlihatkan bayi temuannya ke Fir`aun.

Fir`aun sangat marah. Ia hendak membunuh bayi itu. Tapi, Asiah mencegahnya. “Paduka, ia adalah penghibur hatiku dan hatimu. Janganlah kau membunuhnya. Aku ingin mengangkatnya sebagai anak,” bujuk Asiah.

Fir`aun melunak. Ia menuruti keinginan Asiah. Sejak saat itu Musa tinggal bersama Asiah. Tiba-tiba, Musa menangis. Nampaknya, ia merasa lapar dan haus. Asiah menyuruh pelayannya mencari ibu susuan.

Beberapa ibu susuan telah didatangkan. Namun anehnya bayi Musa tidak mau menyusu kepada mereka. Sampai akhirnya ibunda Musa, Yukabad, mendaftarkan diri untuk menjadi ibu susuannya. Musa menyusu dalam pelukan Yukabad, yang tidak lain adalah ibundanya. Namun, Fir`aun dan Asiah tidak mengetahuinya.

Musa Memakan Bara Api
“Dia (Musa) berkata, ‘Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku.” (QS. Thaahaa [20]: 25_28)

Suatu hari, Asiah sedang bermain dengan Musa kecil. Gelak tawa Musa membuat Fir`aun tertarik. Ia mendekat dan menggendong Musa. Tiba-tiba Musa menarik jenggot Fir`aun. Fir`aun menjerit. Ia marah pada Musa. Mukanya merah padam.

Fir`aun teringat akan ramalan mimpinya. Ia merasa Musa-lah bayi itu. Ia mencabut pedangnya dan menghunuskannya kepada Musa kecil. Asiah segera menghalanginya.

Asiah membujuk Fir`aun agar memaafkan Musa. Ia berkata bahwa Musa belum mengerti apa-apa. Namun, Fir`aun tetap tidak peduli. Ia khawatir Musa adalah bayi yang dimaksud oleh tukang ramalnya. Asiah mencari akal. Kemudian, ia meletakkan bara api dan sepotong roti di hadapan Musa.

“Lihatlah paduka, jika Musa memilih roti, silahkan paduka membunuhnya,” kata Asiah.

Awalnya, Musa mau mengambil roti. Namun, malaikat mengalihkan tangan Musa agar ia mengambil bara api. Musa pun mengambil dan memasukkan bara api ke mulutnya. Seketika Musa menjerit kesakitan. Lidah Musa terbakar. Asiah segera memeluk Musa.

“Sekarang paduka percaya? Musa belum mengerti apa-apa. Tidak mungkin ia dapat melawan paduka,” ujar Asiah.

Peristiwa ini membuat lidah Musa menjadi kaku. Ia tidak dapat berbicara dengan fasih. Inilah yang pada kemudian hari membuat Musa meminta kepada Allah mengangkat saudaranya, Harun, menjadi nabi untuk menjadi juru bicaranya.

Musa Memukul Orang Qibthi
“Dan dia (Musa) masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka dia mendapati di dalam kota itu dua orang laki-laki sedang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan yang seorang lagi dari pihak musuhnya (Fir`aun). Orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk (mengalahkan) orang yang dari pihak musuhnya. Lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Dia (Musa) berkata, ‘Ini adalah perbuatan setan….” (QS. Al-Qashash [28]: 15)

Musa beranjak dewasa. Ia tumbuh menjadi pemuda yang tegap dan kuat. Allah memberikan petunjuk kepadanya bahwa ia bukan anak kandung Fir`aun. Sejak awal, Musa memang merasa ia bukan anak kandung Fir`aun. Ia tidak suka dengan kesewenang-wenangan Fir`aun.

Suatu hari, Musa berjalan keliling kota Memphis. Tiba-tiba, ia melihat dua orang sedang berkelahi. Yang satu adalah seorang Qibthi (bangsa Mesir) bernama Fatun, prajurit istana. Sedangkan, satunya lagi seorang budak dari kalangan Bani Israil bernama Samiri.

Musa berusaha melerai. Namun, Fatun tidak terima. Ia justru menyerang Musa. Terpaksa Musa membela diri. Ia melayangkan tinjunya. Tanpa diduga, Fatun tewas. Musa sangat menyesal. Ia tidak bermaksud membunuhnya. Kemudian, Musa memohon ampunan kepada Allah. Permohonan Musa dikabulkan.

Beberapa hari kemudian, Musa menemukan lagi Samiri sedang berkelahi. Ia pun mendatanginya dan bermaksud memarahinya agar jangan membuat ulah. Orang tersebut ketakutan. Ia mengira Musa akan memukulnya.

“Jangan kau pukul aku Musa. Kau jangan membunuh lagi. Kemarin, kau telah membunuh seorang Qibthi,” ujar Samiri. Ia tidak sadar perkataannya didengar oleh orang-orang Mesir.

Berita bahwa Musa pembunuh orang Qibthi segera menyebar. Pihak istana bermusyawarah untuk menjatuhi hukuman pada Musa. Akhirnya, mereka sepakat untuk menangkap dan menghukum mati Musa.

Musa Melarikan Diri ke Madyan
“Dan seorang laki-laki datang bergegas dari ujung kota seraya berkata, ‘Wahai Musa, sesungguhnya para pembesar negeri ini sedang berunding tentang engkau untuk membunuhmu, maka keluarlah (dari kota ini), sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberikan nasihat kepadamu.” (QS. Al-Qashash [28]: 20)

Sebelum aparat kerajaan bertindak, seorang laki-laki, sahabat Musa, berlari sambil berteriak kepada Musa, “Hai Musa, aparat kerajaan akan menangkap dan membunuhmu. Cepatlah kau tinggalkan kota ini!”

Musa bergegas meninggalkan Memphis dan berjalan mengarungi padang pasir yang gersang. Ia terus berjalan hingga keluar dari Mesir. Selama delapan hari delapan malam tanpa henti ia berjalan tak tahu akan ke mana. Ia pun berdoa kepada Allah memohon perlindungan dan petunjuk. Akhirnya, Allah membimbing Musa menuju Madyan.

Sampailah Musa di Madyan. Ia berteduh di bawah sebatang pohon dekat sumber mata air. Ia melihat orang-orang sedang antri mengambil air untuk ternak mereka. Musa melihat dua orang perempuan berbaris dalam antrian itu.

Musa menawarkan diri untuk menolongnya mengambil air. Musa pun mengambil air untuk minum domba-domba milik dua perempuan tadi. Dua perempuan itu berterima kasih kepada Musa. Lalu, mereka pun pamit pulang.

Sesampainya di rumah, dua perempuan itu menceritakan peristiwa itu kepada ayahnya, Nabi Syu`aib. Nabi Syu`aib tertarik kepada pemuda yang menolong anaknya. Ia menyuruh anaknya mengundang Musa ke rumahnya. Lalu, salah seorang anak Nabi Syu`aib menyampaikan undangan ayahnya kepada Musa. Musa sangat senang. Ia memenuhi undangan tersebut. Sesampainya di rumah Nabi Syu`aib, Musa menceritakan kisahnya.

“Janganlah engkau takut! Engkau telah selamat dari orang-orang zhalim itu,” ujar Nabi Syu`aib menenangkan Musa.

Nabi Syu`aib menawarkan Musa tinggal di rumahnya. Musa menerima tawaran itu dengan senang hati.

Musa Menikah dengan Putri Nabi Syu`aib
“Dia (Syu`aib) berkata, ‘Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini….” (QS.Al-Qashash [28]: 27)

Sejak saat itu, Musa tinggal bersama Nabi Syu`aib. Ia membantu menggembalakan kambing milik Nabi Syu`aib. Musa bekerja cekatan, rajin, dan penuh tanggung jawab.

Nabi Syu`aib senang kepada Musa. Ia berniat menikahkan salah seorang anak perempuannya dengan Musa. Suatu hari Nabi Syu`aib menyampaikan maksudnya kepada Musa.

“Wahai Musa, maukah kau menikah dengan salah seorang anak perempuanku?”

“Ya, saya bersedia,” jawab Musa.

“Namun, ada syaratnya. Kau harus menggembala kambing selama delapan tahun. Tapi, jika kau bersedia sepuluh tahun itu lebih baik,” terang Nabi Syu`aib.

“Saya bersedia,” ujar Musa.

Maka, Musa pun menikah dengan salah seorang putri Nabi Syu`aib, Shafura. Mereka hidup bahagia. Musa menepati janjinya. Ia menggembala kambing selama sepuluh tahun. Musa tekun membantu mertuanya yang semakin tua.

Musa Diangkat Menjadi Nabi
“Maka ketika dia (Musa) sampai ke (tempat) api itu, dia diseru dari arah samping kanan lembah, dari sebatang pohon, di sebidang tanah yang diberkahi, ‘Wahai Musa! Sungguh, Aku adalah Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS. Al-Qashash [28]: 30)

Genap sepuluh tahun Musa menggembala kambing milik Nabi Syu`aib. Tiba waktunya bagi Musa untuk kembali ke Mesir. Sebelum meninggalkan Mesir, Musa telah bertekad untuk membebaskan Bani Israil dari tirani Fir`aun. Musa pun berpamitan kepada Nabi Syu`aib. Ia membawa serta istrinya, Shafura.

Pada pagi yang cerah, Musa dan istrinya berangkat menuju Mesir. Ketika malam dating, Shafura merasa sangat kedinginan. Saat itu, mereka berada di daerah Pegunungan Sinai. Musa melihat api dari kejauhan. Ia meminta istrinya menunggu. Musa akan mencari api untuk menghangatkan badan Shafura.

Musa bergegas menuju tempat api tersebut. Ia sangat terkejut. Ternyata, api itu menempel pada sebatang pohon kurma. Musa merasakan sesuatu yang aneh. Tubuhnya tiba-tiba gemetar, seperti menggigil ketika kedinginan. Bahkan, lebih hebat lagi.

Saat itu, Musa mendengar suara berasal dari pinggir Lembah Thuwa, sebelah kanan pohon kurma itu. “Hai Musa! Sungguh, Aku adalah Allah, Tuhan seluruh alam.”

Tubuh Musa gemetar hebat mendengar suara itu. Ternyata, Musa menerima wahyu. Ia diangkat Allah menjadi seorang nabi dan rasul.

Allah berfirman, “Hai Musa, lemparkanlah tongkatmu.”

Ketika Musa melemparkan tongkatnya. Tiba-tiba, tongkat itu berubah menjadi ular. Musa ketakutan. Ia berlari berbalik ke belakang. Allah memanggil Musa agar jangan takut.

Musa kembali ke tempat itu. Kemudian, Allah menyuruh Musa memasukkan tangannya ke saku bajunya. Musa pun melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Seketika, muncul cahaya yang terang dari kedua telapak tangannya. Itulah mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Musa.

Allah memerintahkan Musa agar berdakwah di Mesir. Musa diperintahkan untuk menghentikan kezhaliman Fir`aun. Membebaskan Bani Israil dari kezhalimannya. Kemudian, Musa meminta kepada Allah agar diberikan pendamping.

“Ya Tuhanku, lidahku tidak dapat berbicara fasih. Maka angkatlah saudaraku, Harun, menjadi nabi untuk mendampingiku. Ia memiliki kemampuan berbicara yang baik. Jadikan ia sebagai juru bicaraku,” pinta Musa.

Allah mengabulkan permohonan Musa. Allah pun mengangkat Harun menjadi nabi dan rasul.

Nabi Musa kembali menemui istrinya. Nabi Musa menceritakan pengalaman yang baru saja dialaminya. Shafura sangat senang mendengar kabar baik itu.

Saat itu, di tempat terpisah Harun menerima wahyu bahwa dirinya telah diangkat menjadi nabi dan rasul. Ia diperintahkan agar menemui Nabi Musa di Gunung Sinai. Nabi Harun berangkat menemui Nabi Musa.

Setelah beberapa hari, Nabi Harun sampai di Gunung Sinai. Kedua bersaudara itu berpelukan melepas rindu. Nabi Harun menegaskan janjinya akan membantu Nabi Musa dalam berdakwah. Mereka bertiga berangkat menuju Mesir.

Nabi Musa Menyadarkan Fir`aun
“Maka ketika Musa datang kepada mereka dengan (membawa) mukjizat Kami yang nyata, mereka berkata, ‘Ini hanyalah sihir yang dibuat-buat, dan kami tidak pernah mendengar (yang seperti) ini pada nenek moyang kami dahulu.” (QS Al-Qashash [28]: 36)

Nabi Musa, Shafura, dan Nabi Harun sampai di Mesir. Nabi Musa sangat sedih melihat keadaan Bani Israil. Mereka benar-benar diperlakukan sebagai budak oleh Fir`aun. Esok harinya, Nabi Musa dan Nabi Harun datang ke istana Fir`aun.

“Siapa kalian?” Tanya Fir`aun dengan angkuh dari singgasananya. Rupanya Fir`aun tidak mengenali Nabi Musa.

“Aku adalah Musa dan ini saudaraku, Harun. Kami adalah rasul yang diutus Allah untuk menyadarkan kamu. Kami juga akan membebaskan Bani Israil dari kezhalimanmu,” ujar Nabi Musa tegas.

“Oh, jadi kau Musa. Kau telah kami rawat bertahun-tahun. Kami ajarkan berbagai pengetahuan kepadamu. Tetapi, kamu justru membunuh orang Qibthi. Sekarang, kamu sok pintar di hadapanmu. Kau benar-benar tidak tahu terima kasih,” ujar Fir`aun.

Nabi Musa menyanggah perkataan Fir`aun. Menjadi anak angkat Fir`aun bukanlah kebanggaan. Kezhaliman Fir`aunlah yang menyebabkan ibunya terpaksa menghanyutkannya ke Sungai Nil. Sedangkan, mengenai pembunuhan itu, Nabi Musa hanya membela diri. Ia telah memperoleh pengampunan dari Allah.

Kemudian, Nabi Musa menyeru Fir`aun agar menyembah Allah. Namun, Fir`aun justru murka. Ia merasa dirinya sebagai tuhan. Fir`aun mengancam Nabi Musa dan Nabi Harun. Ia akan memenjarakan keduanya jika tidak mau menyembah dirinya.

“Apakah engkau akan memenjarakan kami meski aku mendatangkan bukti yang nyata kepadamu?” sanggah Nabi Musa.

“Tunjukkanlah bukti itu kepadaku,” tantang Fir`aun.

Kemudian, Nabi Musa melemparkan tongkatnya. Seketika itu juga, tongkat tersebut berubah menjadi ular yang besar. Kemudian, Nabi Musa mengeluarkan tangannya dari balik bajunya. Tiba-tiba, muncul cahaya yang terang dari kedua telapak tangan Nabi Musa.

Sebenarnya, Fir`aun merasa takjub. Namun, kesombongannya mengalahkan akal sehatnya. Ia justru menuduh Nabi Musa sebagai tukang sihir. Fir`aun menantang Nabi Musa untuk melawan tukang-tukang sihirnya. Nabi Musa menerima tantangan Fir`aun.

Nabi Musa Melawan Tukang-tukang Sihir
“Mereka menjawab, ‘Tahanlah (untuk sementara) dia dan saudaranya, dan utuslah ke seluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan (pesihir).” (QS.Asy-Syu`araa [26]: 36)

Pada waktu yang telah ditentukan, Nabi Musa datang bersama Nabi Harun. Nabi Musa telah siap melawan tukang-tukang sihir Fir`aun. Pertandingan itu diselenggarakan di alun-alun pusat kota. Rakyat Mesir berduyun-duyun memadati alun-alun. Kemudian, para tukang sihir itu bertanya kepada Fir`aun, “Apa yang kami dapatkan jika menang?”

“Kamu pasti akan mendapatkan kedudukan yang dekat denganku,” jawab Fir`aun.

Saat itu juga, Musa berkata kepada tukang sihir tersebut, “Lemparkanlah apa yang hendak kamu lemparkan!” Lalu, mereka melemparkan tali-temali dan tongkat-tongkatnya sambil berkata,”Demi kekuasaan Fir`aun, pasti kamilah yang akan menang.”

Tiba-tiba, tali-temali dan tongkat para tukang sihir Fir`aun terlihat seolah-olah menjadi ular. Pada saat itu juga, Nabi Musa melemparkan tongkatnya. Tongkat tersebut berubah menjadi ular sungguhan yang besar dan menelan semua tali-temali dan tongkat-tongkat para tukang sihir Fir`aun yang seolah terlihat seperti ular.

Para tukang sihir itu takjub. Mereka mengaku kalah. Kemudian, mereka menyatakan beriman kepada Allah, Tuhan seluruh alam, serta mengakui kenabian Musa dan Harun.

Fir`aun sangat marah dengan ulah para tukang sihirnya. Ia merasa dilecehkan. Fir`aun mengancam mereka akan menjatuhi hukuman mati. Namun, mereka tidak takut. Mereka telah siap menghadapi segala risikonya.

Azab bagi Fir`aun dan Kaumnya
“Dan sungguh Kami telah menghukum Fir`aun dan kaumnya dengan (mendatangkan musim kemarau) bertahun-tahun dan kekurangan buah-buahan agar mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-A`raaf [7]: 130)

Nabi Musa giat berdakwah kepada kaumnya. Ia menyeru Bani Israil agar menyembah kepada Allah. Namun, tidaklah mudah bagi Nabi Musa menyadarkan kaumnya. Bani Israil terlalu lama diperbudak Fir`aun. Jiwa mereka telah ambruk. Mereka takut kepada Fir`aun jika beriman kepada Nabi Musa.

Nabi Musa memerlukan waktu empat puluh tahun untuk menyadarkan Bani Israil dan menyatukan mereka. Ada kalanya Nabi Musa bersikap keras kepada kaumnya, namun adakalanya bersikap lembut. Tergantung situasi yang dihadapinya.

Selain itu, Nabi Musa dan Nabi Harun juga terus menyadarkan Fir`aun. Namun, usahanya sia-sia. Fir`aun justru semakin congkak dan semena-mena. Akhirnya, Nabi Musa mengadu kepada Allah agar menurunkan azab bagi Fir`aun dan kaumnya. Doa Nabi Musa dikabulkan Allah. Mula-mula datanglah kemarau panjang bertahun-tahun. Akibatnya, terjadi kelaparan. Banyak rakyat Mesir yang mati kelaparan.

Kemudian, Allah menurunkan badai yang dahsyat. Badai itu sangat ganas dan menakutkan. Badai itu menyapu pohon, rumah, dan bangunan apa saja. Semuanya rata dengan tanah.

Setelah itu, datang berturut-turut azab lainnya, seperti penyakit aneh. Rakyat Mesir mengalami pendarahan. Hidung, mulut, dan telinga mereka mengeluarkan darah. Ditambah lagi dengan wabah kutu dan katak yang bermunculan.

Rakyat dan para pemuka Mesir datang ke Nabi Musa. Mereka meminta Nabi Musa berdoa kepada Allah agar menghentikan azab ini. Mereka berjanji akan beriman kepada Allah. Nabi Musa berdoa kepada Allah. Azab itu pun dihentikan oleh Allah.

Ternyata, rakyat dan pemuka Mesir justru berpaling. Mereka mengingkari janjinya. Fir`aun juga kembali membangun kewibawaannya. Ia merencanakan akan membunuh Nabi Musa dan pengikutnya.

Fir`aun Tenggelam da Laut Merah
“Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa, ‘Pergilah pada malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), sebab pasti kamu akan dikejar.” (QS. Asy-Syu`araa [26]: 52)

Allah memerintahkan Nabi Musa membawa pengikutnya pergi meninggalkan Mesir. Nabi Musa menyampaikan perintah itu kepada Nabi Harun dan para pemuka Bani Israil. Nabi Musa mengatur waktu pemberangkatan.

Pada waktu yang ditentukan, para pemuka Bani Israil mengumpulkan warganya di suatu tempat sesuai perintah Nabi Musa. Setelah semuanya siap, Nabi Musa memimpin Bani Israil meninggalkan Mesir. Saat itu Fir`aun dan kaumnya telah terlelap tidur.

Fir`aun berang begitu mengetahui Nabi Musa dan pengikutnya telah meninggalkan Mesir. Lalu, ia menyiapkan pasukan untuk mengejar mereka. Fir`aun sendiri yang memimpin pasukan itu. Saat itu, Nabi Musa dan pengikutnya telah sampai setengah perjalanan.

Saat fajar tetrbit, Nabi Musa dan pengikutnya sampai di tepi Laut Merah. Saat itu deru kaki kuda Fir`aun dan pasukannya semakin jelas terdengar. Bani Israil panik. Mereka khawatir Fir`aun mampu mengejar dan menghabisi mereka semua.

Situasi semakin genting. Fir`aun dan pasukannya semakin dekat. Bani Israil mendesak Nabi Musa melakukan sesuatu. Saat itulah, Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukulkan tongkatnya ke Laut Merah. Secara ajaib, Laut Merah terbelah. Terbentanglah jalan lebar. Nabi Musa memerintahkan kaumnya agar segera menyeberang.

Bani Israil menyeberangi Laut Merah. Mereka sampai di seberang dengan selamat. Saat itu, Fir`aun dan tentaranya telah berada di belakang mereka. Bani Israil kembali panik. Lalu, Allah memerintahkan Nabi Musa agar memukulkan kembali tongkatnya. Tiba-tiba, Laut Merah menyatu kembali. Fir`aun dan pasukannya pun tewas tenggelam di Laut Merah.

Nabi Musa Menerima Taurat
“Dia (Allah) berfirman, ‘Sungguh, Kami telah menguji kaummu setelah engkau tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri.” (QS. Thaahaa [20]: 85)

Selamat dari kejaran Fir`aun, Nabi Musa memimpin Bani Israil melanjutkan perjalanan. Tujuan mereka adalah Kan’an (Palestina). Sampai di kaki Gunung Sinai, Nabi Musa mengatakan kepada kaumnya bahwa ia akan pergi ke puncak Sinai untuk menerima wahyu dari Allah. Nabi Musa menitipkan kaumnya kepada Nabi Harun.

Setelah Nabi Musa berangkat, salah seorang dari Bani Israil membuat ulah. Namanya Samiri. Ia merasa iri kepada Nabi Musa yang sangat dihormati Bani Israil. Ia melakukan tipu daya untuk mengambil emas milik Bani Israil. Kemudian, dengan keahliannya, ia membuat seekor patung anak sapi dari emas.

Saat angin bertiup, patung anak sapi itu mengeluarkan suara. Bani Israil merasa takjub. Mereka memang bodoh. Lalu, Samiri menghasut Bani Israil agar menyembah patung anak sapi itu. Bani Israil terhasut, mereka menyembah patung anak sapi itu. Dalam sekejap, mereka melupakan ajaran Nabi Musa.

Nabi Harun memperingatkan mereka. Perbuatan yang mereka lakukan adalah sesat. Namun, hal tersebut tidak dihiraukan oleh mereka. Bahkan, mereka mengancam akan membunuh Nabi Harun.

Nabi Musa kembali dari puncak Gunung Sinai. Nabi Musa berada di puncak Sinai selama empat puluh hari. Ia membawa Kitab Taurat sebagai pedoman hidup kaumnya. Namun, Nabi Musa sangat marah ketika melihat keadaan kaumnya. Bani Israil menyembah patung anak sapi.

Nabi Musa meminta penjelasan Nabi Harun. Dialah orang yang diamanahi (dipercaya) untuk memimpin Bani Israil. Nabi Harun memberikan keterangan yang sebenarnya. Nabi Musa pun menjadi marah, “Hai kaumku, alangkah buruk perbuatan kalian. Apakah kalian menghendaki kemurkaan Allah? Mengapa kalian melanggar ajaran-ajaranku?”

Bani Israil menyadari kesalahannya. Mereka bertobat kepada Allah. Nabi Musa membimbing kaumnya bertobat. Sementara, Samiri diusir oleh Nabi Musa.

Nabi Musa memimpin kaumnya melanjutkan perjalanan. Mengarungi padang pasir yang gersang dan melintasi bukit serta lembah, menuju tanah yang dijanjikan Allah (tanah Kan’an atau Palestina).


Hikmah Kisah

Sikap sopan dan suka membantu adalah sikap terpuji yang akan membuat diri kita disenangi orang lain. Karenanya, terus pelihara sikap itu dalam diri kita.

Selain itu, peliharalah pula ikatan persaudaraan. Sebab, hal tersebut merupakan perbuatan terpuji yang disukai oleh Allah SWT.

Kisah ini diambil dari buku yang berjudul Kisah Menakjubkan 25 Nabi & Rasul, Semoga cerita ini dapat bermanfaat bagi kalian semua.
Read more »

0 comments:

Post a Comment

Copyright © Kisah Nabi dan Rasul 2010

Template By Nano | Powerred by Blogger