Nabi Musa AS adalah
nabi kelima belas. Sedangkan, Nabi Harun AS adalah nabi keenam belas. Nabi Musa
diutus Allah untuk berdakwah di Mesir. Ia didampingi oleh saudaranya, Nabi
Harun. Nabi Harun berperan sebagai juru bicara Nabi Musa. Nabi Musa dan Nabi Harun
berhasil membebaskan Bani Israil dari tirani Fir`aun. Nabi Musa menerima Kitab
Taurat di Gunung Sinai. Nabi Musa wafat di puncak Gunung Nibu, Syam.
Kelahiran Musa
“Sungguh
Fir`aun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah
belah, dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil), dia menyembelih anak
laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh dia
(Fir`aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan.” (QS.
Al-Qashash [28]: 4)
Dahulu kala, Mesir
dipimpin oleh seorang raja yang sangat kejam. Namanya Fir`aun. Rakyat Mesir
sangat menderita, terutama Bani Israil. Mereka ditindas oleh Fir`aun. Fir`aun
tidak segan-segan menghukum rakyatnya yang melawan.
Bukan hanya kejam,
Fir`aun juga sangat sombong. Puncaknya, ia mengaku dirinya sebagai tuhan. Ia
memaksa rakyatnya agar menyembahnya. Jika ada yang menolak, hukuman mati
balasannya.
Pada suatu malam,
Fir`aun bermimpi negeri Mesir yang dipimpinnya hangus terbakar. Seluruh
rakyatnya mati kecuali seorang dari kalangan Bani Israil. Fir`aun menjadi
gelisah. Kemudian, ia menghadirkan semua juru ramal. Ia menanyakan arti
mimpinya itu.
“Bahaya paduka, mimpi
itu pertanda buruk. Suatu hari nanti kekuasaan paduka akan digulingkan oleh
seorang dari kalangan Bani Israil,” terang salah seorang juru ramal.
Fir`aun menjadi
gelisah. Ia kemudian memerintahkan prajuritnya untuk membunuh semua bayi
laki-laki yang lahir dari kalangan Bani Israil. Prajurit kerajaan melaksanakan
perintah Fir`aun.
Mereka berpatroli
keliling kota. Menyusuri pelosok desa. Mereka menggeledah setiap rumah. Setiap
bayi laki-laki yang mereka temukan, mereka bunuh tanpa rasa iba.
Pada saat genting
itulah, Musa lahir. Ibunda Musa, Yukabad, dan suaminya, Imran, telah mengungsi
ke desa terpencil di hulu Sungai Nil. Musa pun lahir dengan selamat.
Namun, Yukabad tidak
tenang. Ia khawatir suatu hari prajurit kerajaan akan menemukan anaknya. Saat
itulah, Allah SWT mengilhamkan kepada Yukabad agar menghanyutkan Musa ke Sungai
Nil. Allah mengilhamkan kepada Yukabad agar jangan khawatir. Musa akan selamat
dan akan dipertemukan kembali dengannya.
Musa Diasuh
oleh Asiah
“Maka
dia dipungut oleh keluarga Fir`aun agar (kelak) dia menjadi musuh dan kesedihan
bagi mereka….” (QS. Al-Qashash [28]:
8)
Peti bayi Musa
tersangkut di dahan sebuah pohon. Kemudian, peti itu ditemukan oleh istri
Fir`aun, Asiah. Saat itu, Asiah sedang berjemur di pemandian istana. Pemandian
istana Fir`aun menghadap ke Sungai Nil.
Asiah membuka peti
itu. Ia sangat terkejut begitu melihat isi peti. Seorang bayi yang gemuk dan
sehat. Ia sangat senang terhadap bayi itu. Asiah membawa dan memperlihatkan
bayi temuannya ke Fir`aun.
Fir`aun sangat marah.
Ia hendak membunuh bayi itu. Tapi, Asiah mencegahnya. “Paduka, ia adalah
penghibur hatiku dan hatimu. Janganlah kau membunuhnya. Aku ingin mengangkatnya
sebagai anak,” bujuk Asiah.
Fir`aun melunak. Ia
menuruti keinginan Asiah. Sejak saat itu Musa tinggal bersama Asiah. Tiba-tiba,
Musa menangis. Nampaknya, ia merasa lapar dan haus. Asiah menyuruh pelayannya
mencari ibu susuan.
Beberapa ibu susuan
telah didatangkan. Namun anehnya bayi Musa tidak mau menyusu kepada mereka.
Sampai akhirnya ibunda Musa, Yukabad, mendaftarkan diri untuk menjadi ibu
susuannya. Musa menyusu dalam pelukan Yukabad, yang tidak lain adalah ibundanya.
Namun, Fir`aun dan Asiah tidak mengetahuinya.
Musa Memakan
Bara Api
“Dia
(Musa) berkata, ‘Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku
urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti
perkataanku.” (QS. Thaahaa [20]: 25_28)
Suatu hari, Asiah
sedang bermain dengan Musa kecil. Gelak tawa Musa membuat Fir`aun tertarik. Ia
mendekat dan menggendong Musa. Tiba-tiba Musa menarik jenggot Fir`aun. Fir`aun
menjerit. Ia marah pada Musa. Mukanya merah padam.
Fir`aun teringat akan ramalan
mimpinya. Ia merasa Musa-lah bayi itu. Ia mencabut pedangnya dan
menghunuskannya kepada Musa kecil. Asiah segera menghalanginya.
Asiah membujuk Fir`aun
agar memaafkan Musa. Ia berkata bahwa Musa belum mengerti apa-apa. Namun,
Fir`aun tetap tidak peduli. Ia khawatir Musa adalah bayi yang dimaksud oleh
tukang ramalnya. Asiah mencari akal. Kemudian, ia meletakkan bara api dan
sepotong roti di hadapan Musa.
“Lihatlah paduka, jika
Musa memilih roti, silahkan paduka membunuhnya,” kata Asiah.
Awalnya, Musa mau
mengambil roti. Namun, malaikat mengalihkan tangan Musa agar ia mengambil bara
api. Musa pun mengambil dan memasukkan bara api ke mulutnya. Seketika Musa
menjerit kesakitan. Lidah Musa terbakar. Asiah segera memeluk Musa.
“Sekarang paduka
percaya? Musa belum mengerti apa-apa. Tidak mungkin ia dapat melawan paduka,”
ujar Asiah.
Peristiwa ini membuat
lidah Musa menjadi kaku. Ia tidak dapat berbicara dengan fasih. Inilah yang
pada kemudian hari membuat Musa meminta kepada Allah mengangkat saudaranya, Harun,
menjadi nabi untuk menjadi juru bicaranya.
Musa Memukul
Orang Qibthi
“Dan dia
(Musa) masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka dia
mendapati di dalam kota itu dua orang laki-laki sedang berkelahi; yang seorang
dari golongannya (Bani Israil) dan yang seorang lagi dari pihak musuhnya
(Fir`aun). Orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk
(mengalahkan) orang yang dari pihak musuhnya. Lalu Musa meninjunya, dan matilah
musuhnya itu. Dia (Musa) berkata, ‘Ini adalah perbuatan setan….” (QS. Al-Qashash [28]: 15)
Musa beranjak dewasa.
Ia tumbuh menjadi pemuda yang tegap dan kuat. Allah memberikan petunjuk
kepadanya bahwa ia bukan anak kandung Fir`aun. Sejak awal, Musa memang merasa
ia bukan anak kandung Fir`aun. Ia tidak suka dengan kesewenang-wenangan
Fir`aun.
Suatu hari, Musa
berjalan keliling kota Memphis. Tiba-tiba, ia melihat dua orang sedang
berkelahi. Yang satu adalah seorang Qibthi (bangsa Mesir) bernama Fatun,
prajurit istana. Sedangkan, satunya lagi seorang budak dari kalangan Bani
Israil bernama Samiri.
Musa berusaha melerai.
Namun, Fatun tidak terima. Ia justru menyerang Musa. Terpaksa Musa membela
diri. Ia melayangkan tinjunya. Tanpa diduga, Fatun tewas. Musa sangat menyesal.
Ia tidak bermaksud membunuhnya. Kemudian, Musa memohon ampunan kepada Allah.
Permohonan Musa dikabulkan.
Beberapa hari
kemudian, Musa menemukan lagi Samiri sedang berkelahi. Ia pun mendatanginya dan
bermaksud memarahinya agar jangan membuat ulah. Orang tersebut ketakutan. Ia
mengira Musa akan memukulnya.
“Jangan kau pukul aku
Musa. Kau jangan membunuh lagi. Kemarin, kau telah membunuh seorang Qibthi,”
ujar Samiri. Ia tidak sadar perkataannya didengar oleh orang-orang Mesir.
Berita bahwa Musa
pembunuh orang Qibthi segera menyebar. Pihak istana bermusyawarah untuk
menjatuhi hukuman pada Musa. Akhirnya, mereka sepakat untuk menangkap dan
menghukum mati Musa.
Musa Melarikan
Diri ke Madyan
“Dan
seorang laki-laki datang bergegas dari ujung kota seraya berkata, ‘Wahai Musa,
sesungguhnya para pembesar negeri ini sedang berunding tentang engkau untuk
membunuhmu, maka keluarlah (dari kota ini), sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang memberikan nasihat kepadamu.” (QS.
Al-Qashash [28]: 20)
Sebelum aparat
kerajaan bertindak, seorang laki-laki, sahabat Musa, berlari sambil berteriak
kepada Musa, “Hai Musa, aparat kerajaan akan menangkap dan membunuhmu. Cepatlah
kau tinggalkan kota ini!”
Musa bergegas
meninggalkan Memphis dan berjalan mengarungi padang pasir yang gersang. Ia
terus berjalan hingga keluar dari Mesir. Selama delapan hari delapan malam
tanpa henti ia berjalan tak tahu akan ke mana. Ia pun berdoa kepada Allah
memohon perlindungan dan petunjuk. Akhirnya, Allah membimbing Musa menuju
Madyan.
Sampailah Musa di
Madyan. Ia berteduh di bawah sebatang pohon dekat sumber mata air. Ia melihat
orang-orang sedang antri mengambil air untuk ternak mereka. Musa melihat dua
orang perempuan berbaris dalam antrian itu.
Musa menawarkan diri
untuk menolongnya mengambil air. Musa pun mengambil air untuk minum domba-domba
milik dua perempuan tadi. Dua perempuan itu berterima kasih kepada Musa. Lalu,
mereka pun pamit pulang.
Sesampainya di rumah,
dua perempuan itu menceritakan peristiwa itu kepada ayahnya, Nabi Syu`aib. Nabi
Syu`aib tertarik kepada pemuda yang menolong anaknya. Ia menyuruh anaknya
mengundang Musa ke rumahnya. Lalu, salah seorang anak Nabi Syu`aib menyampaikan
undangan ayahnya kepada Musa. Musa sangat senang. Ia memenuhi undangan
tersebut. Sesampainya di rumah Nabi Syu`aib, Musa menceritakan kisahnya.
“Janganlah engkau
takut! Engkau telah selamat dari orang-orang zhalim itu,” ujar Nabi Syu`aib
menenangkan Musa.
Nabi Syu`aib
menawarkan Musa tinggal di rumahnya. Musa menerima tawaran itu dengan senang
hati.
Musa Menikah
dengan Putri Nabi Syu`aib
“Dia
(Syu`aib) berkata, ‘Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan
salah seorang dari kedua anak perempuanku ini….” (QS.Al-Qashash
[28]: 27)
Sejak saat itu, Musa
tinggal bersama Nabi Syu`aib. Ia membantu menggembalakan kambing milik Nabi
Syu`aib. Musa bekerja cekatan, rajin, dan penuh tanggung jawab.
Nabi Syu`aib senang
kepada Musa. Ia berniat menikahkan salah seorang anak perempuannya dengan Musa.
Suatu hari Nabi Syu`aib menyampaikan maksudnya kepada Musa.
“Wahai Musa, maukah
kau menikah dengan salah seorang anak perempuanku?”
“Ya, saya bersedia,”
jawab Musa.
“Namun, ada syaratnya.
Kau harus menggembala kambing selama delapan tahun. Tapi, jika kau bersedia
sepuluh tahun itu lebih baik,” terang Nabi Syu`aib.
“Saya bersedia,” ujar
Musa.
Maka, Musa pun menikah
dengan salah seorang putri Nabi Syu`aib, Shafura. Mereka hidup bahagia. Musa
menepati janjinya. Ia menggembala kambing selama sepuluh tahun. Musa tekun
membantu mertuanya yang semakin tua.
Musa Diangkat
Menjadi Nabi
“Maka
ketika dia (Musa) sampai ke (tempat) api itu, dia diseru dari arah samping
kanan lembah, dari sebatang pohon, di sebidang tanah yang diberkahi, ‘Wahai
Musa! Sungguh, Aku adalah Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS. Al-Qashash [28]: 30)
Genap sepuluh tahun
Musa menggembala kambing milik Nabi Syu`aib. Tiba waktunya bagi Musa untuk
kembali ke Mesir. Sebelum meninggalkan Mesir, Musa telah bertekad untuk
membebaskan Bani Israil dari tirani Fir`aun. Musa pun berpamitan kepada Nabi
Syu`aib. Ia membawa serta istrinya, Shafura.
Pada pagi yang cerah,
Musa dan istrinya berangkat menuju Mesir. Ketika malam dating, Shafura merasa
sangat kedinginan. Saat itu, mereka berada di daerah Pegunungan Sinai. Musa
melihat api dari kejauhan. Ia meminta istrinya menunggu. Musa akan mencari api
untuk menghangatkan badan Shafura.
Musa bergegas menuju
tempat api tersebut. Ia sangat terkejut. Ternyata, api itu menempel pada
sebatang pohon kurma. Musa merasakan sesuatu yang aneh. Tubuhnya tiba-tiba
gemetar, seperti menggigil ketika kedinginan. Bahkan, lebih hebat lagi.
Saat itu, Musa
mendengar suara berasal dari pinggir Lembah Thuwa, sebelah kanan pohon kurma
itu. “Hai Musa! Sungguh, Aku adalah Allah, Tuhan seluruh alam.”
Tubuh Musa gemetar
hebat mendengar suara itu. Ternyata, Musa menerima wahyu. Ia diangkat Allah
menjadi seorang nabi dan rasul.
Allah berfirman, “Hai
Musa, lemparkanlah tongkatmu.”
Ketika Musa
melemparkan tongkatnya. Tiba-tiba, tongkat itu berubah menjadi ular. Musa
ketakutan. Ia berlari berbalik ke belakang. Allah memanggil Musa agar jangan
takut.
Musa kembali ke tempat
itu. Kemudian, Allah menyuruh Musa memasukkan tangannya ke saku bajunya. Musa
pun melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Seketika, muncul cahaya
yang terang dari kedua telapak tangannya. Itulah mukjizat yang diberikan Allah
kepada Nabi Musa.
Allah memerintahkan
Musa agar berdakwah di Mesir. Musa diperintahkan untuk menghentikan kezhaliman
Fir`aun. Membebaskan Bani Israil dari kezhalimannya. Kemudian, Musa meminta
kepada Allah agar diberikan pendamping.
“Ya Tuhanku, lidahku
tidak dapat berbicara fasih. Maka angkatlah saudaraku, Harun, menjadi nabi
untuk mendampingiku. Ia memiliki kemampuan berbicara yang baik. Jadikan ia
sebagai juru bicaraku,” pinta Musa.
Allah mengabulkan
permohonan Musa. Allah pun mengangkat Harun menjadi nabi dan rasul.
Nabi Musa kembali
menemui istrinya. Nabi Musa menceritakan pengalaman yang baru saja dialaminya.
Shafura sangat senang mendengar kabar baik itu.
Saat itu, di tempat
terpisah Harun menerima wahyu bahwa dirinya telah diangkat menjadi nabi dan
rasul. Ia diperintahkan agar menemui Nabi Musa di Gunung Sinai. Nabi Harun
berangkat menemui Nabi Musa.
Setelah beberapa hari,
Nabi Harun sampai di Gunung Sinai. Kedua bersaudara itu berpelukan melepas
rindu. Nabi Harun menegaskan janjinya akan membantu Nabi Musa dalam berdakwah.
Mereka bertiga berangkat menuju Mesir.
Nabi Musa
Menyadarkan Fir`aun
“Maka
ketika Musa datang kepada mereka dengan (membawa) mukjizat Kami yang nyata,
mereka berkata, ‘Ini hanyalah sihir yang dibuat-buat, dan kami tidak pernah
mendengar (yang seperti) ini pada nenek moyang kami dahulu.” (QS Al-Qashash [28]: 36)
Nabi Musa, Shafura,
dan Nabi Harun sampai di Mesir. Nabi Musa sangat sedih melihat keadaan Bani
Israil. Mereka benar-benar diperlakukan sebagai budak oleh Fir`aun. Esok
harinya, Nabi Musa dan Nabi Harun datang ke istana Fir`aun.
“Siapa kalian?” Tanya
Fir`aun dengan angkuh dari singgasananya. Rupanya Fir`aun tidak mengenali Nabi
Musa.
“Aku adalah Musa dan
ini saudaraku, Harun. Kami adalah rasul yang diutus Allah untuk menyadarkan
kamu. Kami juga akan membebaskan Bani Israil dari kezhalimanmu,” ujar Nabi Musa
tegas.
“Oh, jadi kau Musa.
Kau telah kami rawat bertahun-tahun. Kami ajarkan berbagai pengetahuan
kepadamu. Tetapi, kamu justru membunuh orang Qibthi. Sekarang, kamu sok pintar
di hadapanmu. Kau benar-benar tidak tahu terima kasih,” ujar Fir`aun.
Nabi Musa menyanggah
perkataan Fir`aun. Menjadi anak angkat Fir`aun bukanlah kebanggaan. Kezhaliman
Fir`aunlah yang menyebabkan ibunya terpaksa menghanyutkannya ke Sungai Nil.
Sedangkan, mengenai pembunuhan itu, Nabi Musa hanya membela diri. Ia telah
memperoleh pengampunan dari Allah.
Kemudian, Nabi Musa
menyeru Fir`aun agar menyembah Allah. Namun, Fir`aun justru murka. Ia merasa
dirinya sebagai tuhan. Fir`aun mengancam Nabi Musa dan Nabi Harun. Ia akan
memenjarakan keduanya jika tidak mau menyembah dirinya.
“Apakah engkau akan
memenjarakan kami meski aku mendatangkan bukti yang nyata kepadamu?” sanggah
Nabi Musa.
“Tunjukkanlah bukti
itu kepadaku,” tantang Fir`aun.
Kemudian, Nabi Musa
melemparkan tongkatnya. Seketika itu juga, tongkat tersebut berubah menjadi
ular yang besar. Kemudian, Nabi Musa mengeluarkan tangannya dari balik bajunya.
Tiba-tiba, muncul cahaya yang terang dari kedua telapak tangan Nabi Musa.
Sebenarnya, Fir`aun
merasa takjub. Namun, kesombongannya mengalahkan akal sehatnya. Ia justru
menuduh Nabi Musa sebagai tukang sihir. Fir`aun menantang Nabi Musa untuk
melawan tukang-tukang sihirnya. Nabi Musa menerima tantangan Fir`aun.
Nabi Musa Melawan
Tukang-tukang Sihir
“Mereka
menjawab, ‘Tahanlah (untuk sementara) dia dan saudaranya, dan utuslah ke
seluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan (pesihir).” (QS.Asy-Syu`araa [26]: 36)
Pada waktu yang telah
ditentukan, Nabi Musa datang bersama Nabi Harun. Nabi Musa telah siap melawan
tukang-tukang sihir Fir`aun. Pertandingan itu diselenggarakan di alun-alun
pusat kota. Rakyat Mesir berduyun-duyun memadati alun-alun. Kemudian, para
tukang sihir itu bertanya kepada Fir`aun, “Apa yang kami dapatkan jika menang?”
“Kamu pasti akan
mendapatkan kedudukan yang dekat denganku,” jawab Fir`aun.
Saat itu juga, Musa
berkata kepada tukang sihir tersebut, “Lemparkanlah apa yang hendak kamu
lemparkan!” Lalu, mereka melemparkan tali-temali dan tongkat-tongkatnya sambil
berkata,”Demi kekuasaan Fir`aun, pasti kamilah yang akan menang.”
Tiba-tiba, tali-temali
dan tongkat para tukang sihir Fir`aun terlihat seolah-olah menjadi ular. Pada
saat itu juga, Nabi Musa melemparkan tongkatnya. Tongkat tersebut berubah
menjadi ular sungguhan yang besar dan menelan semua tali-temali dan
tongkat-tongkat para tukang sihir Fir`aun yang seolah terlihat seperti ular.
Para tukang sihir itu
takjub. Mereka mengaku kalah. Kemudian, mereka menyatakan beriman kepada Allah,
Tuhan seluruh alam, serta mengakui kenabian Musa dan Harun.
Fir`aun sangat marah
dengan ulah para tukang sihirnya. Ia merasa dilecehkan. Fir`aun mengancam
mereka akan menjatuhi hukuman mati. Namun, mereka tidak takut. Mereka telah
siap menghadapi segala risikonya.
Azab bagi
Fir`aun dan Kaumnya
“Dan
sungguh Kami telah menghukum Fir`aun dan kaumnya dengan (mendatangkan musim
kemarau) bertahun-tahun dan kekurangan buah-buahan agar mereka mengambil
pelajaran.” (QS. Al-A`raaf [7]:
130)
Nabi Musa giat
berdakwah kepada kaumnya. Ia menyeru Bani Israil agar menyembah kepada Allah.
Namun, tidaklah mudah bagi Nabi Musa menyadarkan kaumnya. Bani Israil terlalu
lama diperbudak Fir`aun. Jiwa mereka telah ambruk. Mereka takut kepada Fir`aun
jika beriman kepada Nabi Musa.
Nabi Musa memerlukan
waktu empat puluh tahun untuk menyadarkan Bani Israil dan menyatukan mereka.
Ada kalanya Nabi Musa bersikap keras kepada kaumnya, namun adakalanya bersikap
lembut. Tergantung situasi yang dihadapinya.
Selain itu, Nabi Musa
dan Nabi Harun juga terus menyadarkan Fir`aun. Namun, usahanya sia-sia. Fir`aun
justru semakin congkak dan semena-mena. Akhirnya, Nabi Musa mengadu kepada
Allah agar menurunkan azab bagi Fir`aun dan kaumnya. Doa Nabi Musa dikabulkan
Allah. Mula-mula datanglah kemarau panjang bertahun-tahun. Akibatnya, terjadi
kelaparan. Banyak rakyat Mesir yang mati kelaparan.
Kemudian, Allah
menurunkan badai yang dahsyat. Badai itu sangat ganas dan menakutkan. Badai itu
menyapu pohon, rumah, dan bangunan apa saja. Semuanya rata dengan tanah.
Setelah itu, datang
berturut-turut azab lainnya, seperti penyakit aneh. Rakyat Mesir mengalami
pendarahan. Hidung, mulut, dan telinga mereka mengeluarkan darah. Ditambah lagi
dengan wabah kutu dan katak yang bermunculan.
Rakyat dan para pemuka
Mesir datang ke Nabi Musa. Mereka meminta Nabi Musa berdoa kepada Allah agar
menghentikan azab ini. Mereka berjanji akan beriman kepada Allah. Nabi Musa
berdoa kepada Allah. Azab itu pun dihentikan oleh Allah.
Ternyata, rakyat dan
pemuka Mesir justru berpaling. Mereka mengingkari janjinya. Fir`aun juga
kembali membangun kewibawaannya. Ia merencanakan akan membunuh Nabi Musa dan
pengikutnya.
Fir`aun
Tenggelam da Laut Merah
“Dan
Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa, ‘Pergilah pada malam hari dengan
membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), sebab pasti kamu akan dikejar.” (QS. Asy-Syu`araa [26]: 52)
Allah memerintahkan
Nabi Musa membawa pengikutnya pergi meninggalkan Mesir. Nabi Musa menyampaikan
perintah itu kepada Nabi Harun dan para pemuka Bani Israil. Nabi Musa mengatur
waktu pemberangkatan.
Pada waktu yang
ditentukan, para pemuka Bani Israil mengumpulkan warganya di suatu tempat
sesuai perintah Nabi Musa. Setelah semuanya siap, Nabi Musa memimpin Bani
Israil meninggalkan Mesir. Saat itu Fir`aun dan kaumnya telah terlelap tidur.
Fir`aun berang begitu
mengetahui Nabi Musa dan pengikutnya telah meninggalkan Mesir. Lalu, ia
menyiapkan pasukan untuk mengejar mereka. Fir`aun sendiri yang memimpin pasukan
itu. Saat itu, Nabi Musa dan pengikutnya telah sampai setengah perjalanan.
Saat fajar tetrbit,
Nabi Musa dan pengikutnya sampai di tepi Laut Merah. Saat itu deru kaki kuda
Fir`aun dan pasukannya semakin jelas terdengar. Bani Israil panik. Mereka
khawatir Fir`aun mampu mengejar dan menghabisi mereka semua.
Situasi semakin
genting. Fir`aun dan pasukannya semakin dekat. Bani Israil mendesak Nabi Musa
melakukan sesuatu. Saat itulah, Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukulkan
tongkatnya ke Laut Merah. Secara ajaib, Laut Merah terbelah. Terbentanglah
jalan lebar. Nabi Musa memerintahkan kaumnya agar segera menyeberang.
Bani Israil
menyeberangi Laut Merah. Mereka sampai di seberang dengan selamat. Saat itu,
Fir`aun dan tentaranya telah berada di belakang mereka. Bani Israil kembali
panik. Lalu, Allah memerintahkan Nabi Musa agar memukulkan kembali tongkatnya.
Tiba-tiba, Laut Merah menyatu kembali. Fir`aun dan pasukannya pun tewas
tenggelam di Laut Merah.
Nabi Musa
Menerima Taurat
“Dia
(Allah) berfirman, ‘Sungguh, Kami telah menguji kaummu setelah engkau
tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri.” (QS. Thaahaa [20]: 85)
Selamat dari kejaran
Fir`aun, Nabi Musa memimpin Bani Israil melanjutkan perjalanan. Tujuan mereka
adalah Kan’an (Palestina). Sampai di kaki Gunung Sinai, Nabi Musa mengatakan
kepada kaumnya bahwa ia akan pergi ke puncak Sinai untuk menerima wahyu dari
Allah. Nabi Musa menitipkan kaumnya kepada Nabi Harun.
Setelah Nabi Musa
berangkat, salah seorang dari Bani Israil membuat ulah. Namanya Samiri. Ia
merasa iri kepada Nabi Musa yang sangat dihormati Bani Israil. Ia melakukan
tipu daya untuk mengambil emas milik Bani Israil. Kemudian, dengan keahliannya,
ia membuat seekor patung anak sapi dari emas.
Saat angin bertiup,
patung anak sapi itu mengeluarkan suara. Bani Israil merasa takjub. Mereka
memang bodoh. Lalu, Samiri menghasut Bani Israil agar menyembah patung anak
sapi itu. Bani Israil terhasut, mereka menyembah patung anak sapi itu. Dalam
sekejap, mereka melupakan ajaran Nabi Musa.
Nabi Harun
memperingatkan mereka. Perbuatan yang mereka lakukan adalah sesat. Namun, hal
tersebut tidak dihiraukan oleh mereka. Bahkan, mereka mengancam akan membunuh
Nabi Harun.
Nabi Musa kembali dari
puncak Gunung Sinai. Nabi Musa berada di puncak Sinai selama empat puluh hari.
Ia membawa Kitab Taurat sebagai pedoman hidup kaumnya. Namun, Nabi Musa sangat
marah ketika melihat keadaan kaumnya. Bani Israil menyembah patung anak sapi.
Nabi Musa meminta
penjelasan Nabi Harun. Dialah orang yang diamanahi (dipercaya) untuk memimpin
Bani Israil. Nabi Harun memberikan keterangan yang sebenarnya. Nabi Musa pun
menjadi marah, “Hai kaumku, alangkah buruk perbuatan kalian. Apakah kalian
menghendaki kemurkaan Allah? Mengapa kalian melanggar ajaran-ajaranku?”
Bani Israil menyadari
kesalahannya. Mereka bertobat kepada Allah. Nabi Musa membimbing kaumnya
bertobat. Sementara, Samiri diusir oleh Nabi Musa.
Nabi Musa memimpin
kaumnya melanjutkan perjalanan. Mengarungi padang pasir yang gersang dan
melintasi bukit serta lembah, menuju tanah yang dijanjikan Allah (tanah Kan’an
atau Palestina).
Hikmah
Kisah
Sikap sopan dan suka
membantu adalah sikap terpuji yang akan membuat diri kita disenangi orang lain.
Karenanya, terus pelihara sikap itu dalam diri kita.
Selain itu,
peliharalah pula ikatan persaudaraan. Sebab, hal tersebut merupakan perbuatan
terpuji yang disukai oleh Allah SWT.
Kisah ini diambil dari
buku yang berjudul Kisah Menakjubkan
25 Nabi & Rasul, Semoga cerita ini dapat bermanfaat bagi kalian
semua.
Read more »
0 comments:
Post a Comment