Nabi Zakaria AS adalah
nabi kedua puluh dua. Sedangkan, Nabi Yahya AS adalah nabi kedua puluh tiga.
Nabi Yahya adalah anak Nabi Zakaria. Allah mengutus Nabi Zakaria dan Nabi Yahya
untuk berdakwah kepada Bani Israil di Yerusalem, Palestina.
Doa Nabi Zakaria
“Dan
(ingatlah kisah) Zakaria, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, ‘Ya Tuhanku,
janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan) dan Engkaulah
ahli waris terbaik.” (QS. Al-Anbiyaa` [21]: 89)
Nabi Zakaria
mengabdikan seluruh usianya untuk berdakwah. Ia mengajarkan agama Allah di
Baitul Maqdis. Ia menyeru Bani Israil agar kembali ke jalan yang benar. Setelah
Nabi Sulaiman wafat, kebanyakan Bani Israil kembali ke jalan yang sesat. Mereka
melupakan ajaran Taurat dan Zabur. Mereka justru mempelajari ilmu sihir.
Namun, pada usianya
menginjak Sembilan puluh tahun, tidak banyak orang yang mengikuti seruannya.
Sementara, Nabi Zakaria belum juga dikaruniai anak sebagai penerus dakwahnya.
Inilah yang membuat Nabi Zakaria cemas. Ia mengkhawatirkan keadaan kaumnya
setelah ia wafat.
Karenanya, Nabi
Zakaria sering berdoa kepada Allah memohon keturunan. Terlebih saat malam telah
sunyi senyap. Nabi Zakaria memanjatkan doa kepada Allah dengan penuh khusyuk.
“Ya Tuhanku, berilah
aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa,”
mohon Nabi Zakaria dalam doanya.
Doa Nabi
Zakaria Terkabul
“(Allah
berfirman), ‘Wahai Zakaria! Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang
anak laki-laki namanya Yahya, yang Kami belum pernah memberikan nama seperti
itu sebelumnya.” (QS.Maryam [19]: 7)
Allah mengabulkan doa
Nabi Zakaria. Saat Nabi Zakaria sedang shalat di mihrabnya (bangunan dari
masjid atau musholla yang biasanya digunakan sebagai tempat imam memimpin
shalat berjamaah), Malaikat Jibril memberikan kabar bahwa ia akan segera
memiliki seorang anak laki-laki. Namanya Yahya.
Nabi Zakaria sangat
senang mendengar kabar itu. Namun, dalam hatinya masih ada sedikit keraguan.
“Ya Tuhanku, Bagaimana aku akan mendapatkan anak? Padahal, istriku tidak dapat
memiliki anak (mandul) dan aku juga sudah tua?” Tanya Nabi Zakaria.
Allah berfirman, “Hal
itu mudah bagi-Ku, sungguh engkau telah Aku ciptakan sebelum itu. Padahal
(waktu itu), engkau belum berwujud sama sekali.”
Tidak lama berselang,
istri Nabi Zakaria mengandung. Setelah Sembilan bulan, lahirlah Yahya. Nabi
Zakaria sangatlah senang dengan kelahiran anaknya. Kini, ia mempunyai penerus
dakwah.
Keistimewaan
Yahya
“Wahai
Yahya! Ambillah (pelajarilah) Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. ‘Dan
Kami berikan hikmah kepadanya (Yahya) selagi dia masih kanak-kanak.” (QS.Maryam [19]: 12)
Yahya adalah seorang
yang bertakwa kepada Allah. Ia juga seorang anak yang berbakti kepada
orangtuanya. Yahya dikaruniai kemampuan memahami Taurat dengan baik selagi
masih anak-anak. Otaknya sangat cerdas dan ingatannya tajam. Karenanya, ia
menjadi rujukan bagi orang-orang yang menanyakan persoalan agama.
Yahya memiliki rasa
kasih sayang kepada manusia. Tidak ada sedikit pun sifat sombong pada diri
Yahya meski ia memiliki banyak kelebihan. Yahya juga memperoleh jaminan
kesejahteraan dari Allah pada hari lahirnya, wafatnya, dan saat ia dibangkitkan
kelak.
Dakwah Nabi
Yahya
“….Allah
menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran) Yahya yang membenarkan
sebuah kalimat (firman) dari Allah, panutan, berkemampuan menahan diri (dari
hawa nafsu), dan seorang nabi di antara orang-orang saleh.” (QS.Ali-`Imran [3]: 39)
Setelah diangkat Allah
menjadi nabi dan rasul, Nabi Yahya berdakwah menegakkan agama Allah. Ia menyeru
Bani Israil agar kembali ke jalan Allah. Syariat Nabi Musa ditegakkan secara
murni dan utuh.
Nabi Yahya menyeru
kaumnya agar menjauhi perbuatan maksiat, seperti berzinah. Ia mengajak Bani
Israil untuk peduli kepada fakir miskin dan menolong orang lemah yang
membutuhkan.
Nabi Yahya menjadi
hakim di kalangan Bani Israil. Ia sangat tegas memegang kebenaran. Tidak
pandang bulu. Setiap orang sama kedudukannya di hadapan hokum. Dalam membuat
keputusan, Nabi Yahya tidak tergiur oleh uang dan jabatan. Ia juga tidak takut
ancaman. Ia memberikan fatwa (penjelasan dan pemberitahuan tentang hokum
syariat) dan keputusan yang adil.
Suatu ketika
dikisahkan, Raja Herodus, penguasa Palestina saat itu, mencintai anak dari
saudaranya sendiri yang bernama Herodia. Herodia memang sangat cantik jelita.
Raja Herodus berniat melamar dan menikahi Herodia.
Herodia dan keluarganya
menyetujui rencana pernikahan itu. Akan tetapi, Nabi Yahya menentang pernikahan
tersebut. Pernikahan tersebut bertentangan dengan hokum Taurat. Berita tentang
pernikahan Herodus dan Herodia dan fatwa (penjelasan dan pemberitahuan tentang
hokum syariat) pelarangan yang dikeluarkan Nabi Yahya pun tersiar di seluruh
pelosok kota.
Herodia pun menjadi
sedih dan marah terhadap Nabi Yahya. Sebab, telah mengeluarkan fatwa haram
untuk pernikahan ia dengan ayah dari saudaranya sendiri (Herodus). Ia pun
khawatir, Herodus akan membatalkan rencana pernikahan tersebut karena
terpengaruh fatwa yang dikeluarkan Nabi Yahya. Akhirnya, Herodia menyusun
rencana agar pernikahannya tetap berjalan tanpa gangguan. Ia pun berpakaian dan
berdandan sangat cantik dari biasanya. Lalu, ia pergi menemui Herodus. Herodus
pun bertanya, “Hai manisku, apakah yang dapat kulakukan untukmu? Aku akan
patuhi segala permintaanmu. Coba, sampaikan padaku tanpa ragu-ragu.”
Herodia berkata pada
Herodus, “Bila Tuan Raja berkenan, aku hanya ingin satu permintaan, yaitu
kepala Yahya bin Zakaria orang yang telah mengacau rencana kita dan mencemarkan
nama baik Tuan Raja serta keluargaku. Penggal kepalanya! Aku akan berterima
kasih.”
Menghadapi permintaan
calon istrinya yang cantik, Herodus tidak berkutik. Ia pun mengabulkan
permintaan tersebut. Berdasarkan riwayat
Ibnu Katsir, diutuslah seseorang untuk membunuh Yahya dan memenggal
kepalanya. Tak lama kemudian, orang tersebut kembali dengan membawa kepala
Yahya dan darahnya di atas sebuah nampan ke hadapan Herodia.
Setelah Nabi Yahya
wafat, para tokoh agama merujuk pada Nabi Zakaria. Saat itu, Nabi Zakaria sudah
sangat tua. Nabi Zakaria menguatkan fatwa anaknya, Nabi Yahya, tentang
pelarangan pernikahan yang masih satu mahram (memiliki ikatan darah).
Mendengar fatwa Nabi
Zakaria, Herodus murka. Ia pun memerintahkan prajuritnya untuk menangkap Nabi
Zakaria dan membunuhnya. Berdasarkan
riwayat Abdul Mun`im dari Idris bin Sinan dari ayahnya Wahab bin Munbih
mengatakan bahwa Nabi Zakaria lari dari kaumnya. Kemudian, ia pun masuk ke
dalam sebuah pohon. Akhirnya, merka mendatangi pohon tersebut dan langsung
menggergajinya.
Saat gergaji tersebut
mengenai otot-ototnya, Nabi Zakaria merintih kesakitan. Allah SWT,
kemudian mewahyukan kepada Nabi Zakaria,
“Apabila rintihanmu tidak mereda, pasti akan Aku jungkalkan bumi dan apa-apa
yang ada di atasnya.” Akhirnya, Nabi Zakaria segera menghentikan rintihannya.
Beliau pun wafat saat itu juga.
Hikmah
Kisah
Dari kisah Nabi Yahya
AS dan Nabi Zakaria AS, kita dapat memetik pelajaran berharga. Jangan pernah
berhenti berdoa ketika kita menginginkan sesuatu, teruslah berdoa dan berusaha,
seperti yang telah dilakukan oleh Nabi Zakaria. Akhirnya, Allah SWT
mengabulkannya.
Kemudian, mengenai
Kisah Nabi Zakaria AS dan Nabi Yahya AS yang mengenaskan jangan dipersoalkan.
Pastinya, mereka berdua memiliki kesabaran dan keteguhan ketika melakukan
dakwah kepada kaumnya. Karenanya, sifat-sifat baik kedua nabi ini harus kita
contoh dan praktikkan sehari-hari.
Kisah ini diambil dari
buku yang berjudul Kisah Menakjubkan
25 Nabi & Rasul, Semoga cerita ini dapat bermanfaat bagi kalian
semua.
Read more »
1 comments:
terima kasih kongsi ea
Post a Comment