Nabi Nuh AS adalah nabi yang ketiga. Ia diutus oleh
Allah SWT untuk berdakwah di negeri Armenia. Penduduk negeri itu adalah para
penyembah berhala. Nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya selama ratusan tahun.
Namun, hanya memperoleh pengikut delapan puluh orang. Akhirnya, Alah SWT
menurunkan azab berupa banjir. Itu menenggelamkan seluruh kaum Nabi Nuh yang
durhaka.
Nabi Nuh Berdakwah kepada Kaumnya
“Dan sungguh Kami telah mengutus Nuh
kepada kaumnya, (dia berkata), ‘Sungguh aku adalah pemberi peringatan yang nyata
bagimu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Aku khawatir kamu akan ditimpa
azab (pada) hari yang sangat pedih.” (QS. Huud [11]: 25_26)
Nabi Nuh adalah orang yang fasih dalam berbicara, saleh,
rendah hati, dan sangat sabar dalam berdakwah. Allah SWT menugaskan Nabi Nuh
untuk berdakwah menyadarkan kaumnya. Kaum Nabi Nuh adalah para penyembah
berhala.
Nabi Nuh giat berdakwah menyadarkan kaumnya. Ia
menyeru,“Wahai kaumku, aku adalah orang rasul yang diutus Allah SWT untuk
mengajak kalian kepada kebenaran. Tinggalkanlah berhala-berhala itu. Sembalah
Allah SWT dan bertakwalah kepada-Nya. Mudah-mudahan Allah SWT akan mengampuni
kalian.”
Namun, mereka tidak menggubris seruan Nabi Nuh. Mereka
makin menghina dan mengejek Nabi Nuh.
“Hai Nuh, memangnya kamu siapa? Kamu manusia biasa
seperti kami. Kamu juga tidak lebih kaya dari kami. Kamu jangan mengada-ada.
Dasar pendusta.” Umpat mereka penuh kesombongan.
Kaum Nabi Nuh memang sangat membangga-banggakan harta.
Mereka memandang derajat seseorang dari hartanya. Mereka juga suka melecehkan
orang-orang miskin. Bahkan, sering menindasnya. Namun, Nabi Nuh tidak menyerah
dan putus asa. Ia terus berdakwah mengajak kaumnya kembali ke jalan yang benar.
Selama ratusan tahun berdakwah, Nabi Nuh hanya
memiliki pengikut sekitar delapan puluh orang. Kebanyakan kaumnya mengingkari
ajaran Nabi Nuh. Termasuk istri dan anaknya sendiri, Kan`an.
Mengadu kepada Allah SWT
“Dia (Nuh) berkata, ‘Ya Tuhanku, sungguh
kaumku telah mendustakan aku; maka berilah keputusan antara aku dengan mereka,
dan selamatkanlah aku dan mereka yang beriman bersamaku.” (QS.Asy-Syu`araa’
[26]: 117_118)
Nabi Nuh terus berdakwah siang dan malam. Ia mengajak
kaumnya agar menyembah Allah SWT. Nabi Nuh memperingatkan kaumnya tentang azab
Allah SWT. Azab Allah SWT akan dating jika mereka tidak mau kembali ke jalan
yang benar. Namun, bukannya sadar, mereka makin menentang Nabi Nuh agar
mendatangkan azab tersebut.
“Wahai Nuh, sudah kamu jangan banyak omong! Datangkan
saja azab yang kau ancamkan itu. Kami tidak takut!” tentang mereka
menyombongkan diri.
Nabi Nuh sedih melihat sikap kaumnya. Ia pun berkata,
“Kalian memang keterlaluan. Bukannya sadar dan meminta ampun kepada Allah.
Kalian justru menentang agar didatangkan azab. Bukan aku yang akan mendatangkan
azab, tapi Allah. Kalian tidak akan ada yang selamat dari azab-Nya.”
Hati dan telinga mereka telah tertutup. Bahkan, mereka
mengancam akan menghukum Nabi Nuh jika tidak berhenti menceramahi mereka. Nabi
Nuh merasa tidak ada gunanya lagi menyeru kaumnya. Mereka benar-benar telah
dikuasai iblis.
Nabi Nuh mengadu kepada Allah SWT, “Ya Tuhanku,
sungguh aku telah menyeru kaumku siang dan malam. Aku peringatkan mereka akan
azab-Mu yang pedih. Tapi, seruanku tidak didengar. Mereka justru lari dari
kebenaran. Bahkan, mereka juga menentang-Mu agar menurunkan azab.”
“Ya Tuhanku, habisi saja mereka. Jangan Engkau
sisakan. Sebab, mereka hanya akan menyesatkan hamba-hamba-Mu. Mereka juga hanya
akan melahirkan anak-anak yang jahat seperti mereka,” seru Nabi Nuh dalam
doanya.
Perintah Membuat Kapal
“Dan buatlah kapal itu dengan pengawasan
dan petunjuk wahyu Kami. Dan janganlah Engkau bicarakan dengan Aku tentang
orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (QS. Huud
[11]: 37)
Allah SWT mengabulkan doa Nabi Nuh dan
memerintahkannya agar membuat kapal karena azab akan segera diturunkan.
Mulailah Nabi Nuh dan pengikutnya membuat kapal dengan bimbingan Allah SWT.
Mereka menebang pohon, memotong kayu, dan merakitnya menjadi satu.
Nabi Nuh dan pengikutnya bekerja bahu-membahu. Tidak
ada satu pun yang berpangku tangan. Semua menjalankan tugasnya masing-masing
siang dan malam agar pembuatan kapal cepat selesai.
Selama proses pembuatan kapal, orang-orang kafir tak
henti-hentinya mengejek. Mereka sengaja lewat setiap hari untuk memperolok-olok
Nabi Nuh dan pengikutnya.
“Hai, lihatlah Nuh dan pengikutnya yang dungu itu!
Mereka membuat kapal di puncak bukit. Maka mereka mau berlayar di daratan.
Nampaknya Nuh sudah gila,” ejek salah seorang di antara mereka. Mereka
menertawakan Nabi Nuh dan pengikutnya.
Sesekali, Nabi Nuh menimpali olok-olok mereka,
“Silahkan sekarang kalian tertawa. Tapi, sebentar lagi kalian semua akan
binasa. Azab Allah akan segera turun. Tunggulah!”
Kebinasaan Kaum Nabi Nuh
“Lalu Kami bukakan pintu-pintu langit
dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi menyemburkan
mata-mata air, maka bertemulah air-air itu sehingga (luap menimbulkan) keadaan
bencana yang telah ditetapkan.” (QS. Al-Qamar [54] 11_12)
Akhirnya, pembuatan kapal selesai. Allah SWT
memerintahkan Nabi Nuh agar mengumpulkan semua hewan masing-masing sepasang,
jantan dan betina. Setelah siap, Nabi Nuh menyeru sebagian keluarga dan para
pengikutnya yang beriman untuk masuk ke dalam kapal, tidak ketinggalan
hewan-hewan.
Tidak lama kemudian, hujan turun tidak henti-henti.
Bumi memuntahkan air dari dalam perutnya. Air bergelora dari segala penjuru.
Suaranya bergemuruh dan sangat mengerikan. Air terus naik. Semakin lama semakin
tinggi. Kaum Nabi Nuh mulai panik. Mereka mencari tempat yang tinggi untuk
berlindung. Namun, air terus naik dan menenggelamkan rumah-rumah. Satu per
satu, kaum Nabi Nuh tenggelam. Jeritan dan lolongan panjang menyayat hati.
Mayat orang-orang durhaka mulai mengambang. Air mengamuk begitu dahsyat. Menenggelamkan
seluruh negeri Armenia dan penduduknya yang durhaka.
Tenggelamnya Kan`an
“Dan kapal itu berlayar membawa mereka
ke dalam gelombang-gelombang laksana gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya
ketika dia (anak itu) berada di tempat jauh terpencil, ‘Wahai anakku, naiklah
(ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.” (QS. Huud [11]
42)
Saat banjir semakin besar, Nabi Nuh melihat anaknya,
Kan`an. Ia terapung-apung mempertahankan nyawa dengan berpegangan pada sebilah
kayu. Nabi Nuh merasa iba melihat kondisi Kan`an. Bagaimanapun, Kan`an adalah
anaknya. Akhirnya, Nabi Nuh mendekatkan kapalnya ke Kan`an. Ia memanggil
anaknya agar naik ke kapal. Namun, Kan`an menolak.
“Tidak. Aku tidak sudi ikut denganmu. Aku akan naik ke
puncak gunung. Di sana aku akan selamat dari air sialan ini,” gerutu Kan`an
menyombongkan diri.
Nabi Nuh memperingatkan Kan`an bahwa tidak aka nada
yang selamat dari azab Allah SWT. Namun, Kan`an bersikeras tidak mau ikut.
Tiba-tiba, gelombang dahsyat menyapu Kan`an. Ia tenggelam bersama orang-orang
yang durhaka. Nabi Nuh bersedih menyaksikan anaknya tenggelam. Sebab, meski
seorang nabi, ia tetap manusia biasa. “Ya Allah, bagaimanapun Kan`an adalah
anakku. Mengapa tidak Engkau selamatkan,” rintih Nabi Nuh.
Allah SWT menegur Nabi Nuh, Hai Nuh! Ia (Kan`an) tidak
termasuk keluargamu karena perbuatannya yang durhaka. Ia tidak termasuk
orang-orang yang dijanjikan akan selamat. Janganlah kamu memohon sesuatu yang
tidak kamu ketahui hakikatnya.”
Nabi Nuh menyadari kesalahannya. Ia berdoa memohon
ampun, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dan memohon kepada-Mu
sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakikatnya). Kalau Engkau tidak mengampuniku
dan menaruh belas kasihan padaku. Niscaya, aku termasuk orang yang rugi.”
Nabi Nuh dan Pengikutnya Selamat
“Maka Kami selamatkan Nuh dan
orang-orang berada di kapal itu, dan Kami jadikan (peristiwa) itu sebagai
pelajaran bagi umat manusia.” (QS. Al-Ankabuut [29] 15)
Hujan telah reda dan langit mulai cerah. Tapi, bumi
masih tenggelam dalam pelukan air. Kapal Nabi Nuh terus berlayar. Nabi Nuh
sendiri tidak tahu hendakke arah mana. Ia hanya memasrahkan segalanya kepada
Allah SWT.
Pada waktu yang telah ditentukan, Allah SWT
memerintahkan bumi agar menyerap air. Bumi melaksanakan perintah Allah SWT. Ia
menyerap air bgitu cepat. Air surut
tanpa terasa pada suatu malam saat Nabi Nuh dan para pengikutnya sedang
terlelap tidur.
Esok paginya, Nabi Nuh dikejutkan oleh seekor merpati
yang membawa sebatang ranting pohon. Kaki merpati itu kotor oleh lumpur. Nabi
Nuh menduga air telah surut. Ia bergegas keluar. Ternyata benar, air telah
surut. Saat itu, kapal Nabi Nuh terdampar di bukit Judy. Sebuah daerah yang
masih termasuk wilayah Negara Armenia. Berdekatan dengan Mesopotamia.
Nabi Nuh dan ketiga putranya yang beriman, Sam, Ham,
dan Yafits mengucap syukur kepada Allah SWT. Para pengikut Nabi Nuh juga
mengucap syukur. Mereka pun berhamburan turun dari kapal. Binatang-binatang
juga tidak ketinggalan. Suara mereka riuh rendah. Semuanya bergembira untuk
memulai kehidupan baru dalam naungan rahmat Allah SWT.
Hikmah Kisah
Harta bukanlah ukuran kemuliaan seseorang. Karenanya,
janganlah menilai derajat seseorang dari banyaknya harta. Justru, sikap
terpuji, seperti jujur dan patuh, yang akan membawa kita kepada kemuliaan.
Selain itu, hati yang tertutup, sulit menerima
kebenaran. Jadi, jangan juga menutup hati kita dengan kesombongan. Orang-orang
yang beriman dan bertakwa pasti senantiasa dilindungi oleh Allah SWT.
Kisah ini diambil dari buku yang berjudul Kisah Menakjubkan 25 Nabi & Rasul,
Semoga cerita ini dapat bermanfaat bagi kalian semua.
Read more »
0 comments:
Post a Comment