Nabi Muhammad SAW
adalah nabi kedua puluh lima. Beliau merupakan rasul penutup. Tidak ada lagi
nabi dan rasul sesudahnya. Nabi Muhammad SAW lahir di Mekah. Beliau diangkat
menjadi nabi dan rasul pada usia empat puluh tahun. Nabi Muhammad SAW berdakwah
di Mekah selama tiga belas tahun. Kemudian, hijrah dan berdakwah di Madinah
selama sepuluh tahun. Nabi Muhammad SAW wafat di Madinah.
Kelahiran
Muhammad sampai Pernikahannya
“….Dan
memberi kabar gembira dengan seorang rasul yang akan dating setelahku, yang namanya
Ahmad (Muhammad)….” (QS.Ash-Ashaff [61]:
6)
Muhammad, lahir pada
hari Senin 12 Rabiul Awal bertepatan dengan 20 April 571 M. Tahun kelahirannya
disebut tahun gajah, sebab, pada waktu itu, Arabah dan tentaranya dari Yaman
mengendarai gajah hendak menyerang Ka`bah. Namun, upaya itu gagal. Allah
mengirimkan burung-burung ababil. Burung-burung itu menghujani Arabah dan
tentaranya dengan batu kerikil dari neraka. Arabah dan tentaranya mati seperti
daun dimakan ulat.
Ayahanda Muhammad
bernama Abdullah. Ia meninggal ketika Muhammad berusia tiga bulan dalam
kandungan ibundanya. Jadi, Muhammad telah menjadi yatim sejak dalam kandungan.
Kelahiran Muhammad disambut gembira oleh keluarga Bani Muthalib dan Bani
Hasyim. Kemudian, Muhammad disusui oleh Halimah As-Sa`diyah.
Ketika Muhammad
berusia enam tahun, ibundanya mengajak Muhammad pergi ke Madinah untuk
berziarah ke makam ayahnya. Saat perjalanan pulang dari Madinah, Aminah
meninggal dunia di desa Abwa. Sejak saat itu, Muhammad menjadi yatim piatu.
Kemudian, Muhammad
diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Namun, dua tahun kemudian, Abdul Muthalib
meninggal dunia. Muhammad pun diasuh oleh pamannya, Abu Thalib.
Sejak kecil, Muhammad
telah terbiasa hidup mandiri. Ia bekerja menggembalakan kambing milik
orang-orang kaya Mekah. Upah menggembala kambing itu cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Pada usia 12 tahun,
Muhammad ikut berdagang dengan pamannya ke Syam. Di perjalanan, mereka bertemu
dengan pendeta Bukhaira. Bukhaira tertarik kepada Muhammad. Ia melihat tanda-tanda
kenabian pada diri Muhammad sebagaimana diterangkan dalam injil.
Pendeta Bukhaira
berpesan kepada Abu Thalib agar jangan terlalu masukke Syam. Di Syam, banyak
orang-orang Yahudi. Ia khawatir Muhammad akan dicelakai oleh mereka.
Seiring dengan
perjalanannya, Muhammad tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan tangguh. Selain
itu, ia juga dikenal sebagai orang yang jujur dan amanah. Masyarakat Mekah
menjulukinya dengan Al-Amin (orang yang terpercaya).
Kejujuran Muhammad
sangat popular di kalangan bangsa Arab. Hal inilah yang membuat Khadijah,
seorang wanita kaya di Mekah, mengajak Muhammad bekerjasama. Muhammad menyambut
baik tawaran Khadijah. Sejak saat itu, Muhammad berdagang barang-barang milik
Khadijah.
Muhammad sukses
menjalankan bisnis Khadijah. Kepribadian Muhammad yang mulia membuat Khadijah
menaruh simpati kepadanya. Khadijah meminta saudaranya, Nufaisa, untuk
menyampaikan maksudnya kepada Muhammad.
Muhammad menyambutnya
dengan senag hati. Akhirnya Muhammad menikah dengan Khadijah. Saat itu,
Muhammad berusia dua puluh lima tahun. Sedangkan Khadijah berusia empat puluh
tahun. Muhammad memberikan mas kawin berupa dua puluh ekor unta. Muhammad pun
hidup bahagia dengan Khadijah. Mereka dikaruniai enam orang anak; dua orang
laki-laki, yaitu Qasim dan Abdullah; dan empat orang perempuam, yaitu Zainab,
Ruqayyah, Kultsum. San Fatimah. Beliau juga mengangkat seorang anak bernama
Ibrahim. Namun, anak laki-laki beliau semuanya meninggal saat masih anak-anak.
Muhammad
Diangkat Menjadi Rasul
“Dan
Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
seluruh alam.” (QS.Al-Anbiyaa` [21]:
107)
Setiap bulan Ramadhan,
Muhammad sering berkhalwat (menyendiri) di Gua Hira. Ia galau memikirkan
keadaan masyarakat Mekah yang berada dalam kebodohan. Mereka menyembah berhala
lata, uzza, dan manat. Mereka juga suka berzina, merampok, berjudi, dan
minum-minuman keras. Di Gua Hira, Muhammad memikirkan makna kehidupan.
Pada malam 17
Ramadhan, Muhammad yang pada saat itu menginjak usia empat puluh tahun didatangi
oleh Malaikat Jibril. Jibril ditugaskan oleh Allah SWT untuk menyampaikan wahyu
kepada Muhammad. Malaikat Jibril menyodorkan lembaran bertuliskan huruf Arab
dan menyuruh Muhammad untuk membacanya.
“Bacalah!” kata
Jibril.
“Saya tidak dapat
membaca.” Jawab Muhammad dengan tubuh yang gemetar.
Lalu, Jibril memeluk
Muhammad erat-erat. Muhammad merasa sesak. Kemudian, Jibril melepaskan
pelukannya. Ia menyuruh Muhammad dengan perintah yang sama. Muhammad pun
menjawab dengan jawaban yang sama. Jibril kembali memeluk Muhammad erat-erat,
kemudian melepasnya kembali. Hal ini terjadi sebanyak tiga kali.
Akhirnya, Jibril
menyuruh Muhammad mengikuti bacaannya. Jibril membaca surat Al-Alaq ayat 1_5
yang diikuti oleh Muhammad.
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar
(manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Pada malam itulah,
Muhammad diangkat menjadi nabi dan rasul. Nabi Muhammad pulang ke rumah dalam
keadaan menggigil. Beliau meminta Khadijah untuk menyelimutinya. Khadijah
memberikan perhatiannya yang tulus.
Khadijah menghibur dan
meyakinkan Nabi Muhammad bahwa apa yang baru saja dialaminya adalah suatu
kebaikan.
“Demi dzat yang
nyawaku berada dalam genggaman-Nya, Dia tidak akan menghinakanmu
selama-lamanya. Aku berharap engkau menjadi nabi bagi umat ini,” kata Khadijah
menenteramkan suaminya.
Kemudian, Khadijah menemui
pamannya, Waraqah bin Naufal, seorang yang paham pada Injil dan Taurat. Ia
menceritakan pengalaman suaminya kepada Waraqah.
“Suamimu telah
mendapat wahyu, sebagaimana wahyu yang pernah dating kepada Nabi Musa. Muhammad
adalah seorang nabi dan rasul,” tukas Waraqah memberi penjelasan.
Penjelasan Waraqah
membuat Khadijah gembira. Firasatnya selama ini ternyata benar. Suaminya adalah
orang yang dimuliakan Allah. Muhammad adalah seorang nabi dan rasul.
Tiga bulan setelah
wahyu pertama turun, Jibril dating lagi menemui Muhammad. Ia menyampaikan wahyu
QS. Al-Mudatsir ayat 1_5. Saat itu, Muhammad sedang berselimut.
‘Wahai
orang yang berselimut. Bangunlah, lalu berilah peringatan, dan agungkanlah
Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu, dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang
keji.”
Setelah diangkat
menjadi rasul, Nabi Muhammad mulai berdakwah. Pada awalnya, beliau berdakwah
secara sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad menyeru keluarga dan orang-orang
terdekatnya.
Orang-orang yang
pertama kali masuk Islam adalah Khadijah, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar.
Kemudian, menyusul Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin
Ubaidillah, Saad bin Abi Waqash, Zubair bin Awwam, dan Abu Ubaidah bin Jarrah.
Sementara, dari kalangan budak adalah Zaid bin Haritsah, Bilal bin Rabah,
Syuaib, dan Amar bin Yasar.
Dakwah Secara
Terang-terangan
“Maka
sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang musyrik.” (QS. Al-Hijr
[15]: 94)
Nabi Muhammad
berdakwah secara sembunyi-sembunyi selama tiga tahun. Kemudian, beliau
diperintahkan Allah untuk berdakwah secara terang-terangan. Maka, mulailah Nabi
Muhammad menyeru kaum kafir Quraisy secara terang-terangan. Beliau menyeru
mereka agar menyembah kepada Allah dan bertakawa kepada-Nya.
Nabi Muhammad
mengumpulkan kaum Quraisy di Bukit Shafa. Kemudian, beliau menyampaikan
dakwahnya. Mereka pun menertawakan dan mengejek Nabi Muhammad sebagai orang
yang tidak waras. Justru pamannya sendiri, Abu Lahab yang mengucapkan cacian.
“Celakalah kau
Muhammad! Untuk inikah kau kumpulkan kami?” caci Abu Lahab.
Cacian Abu Lahab
dibantah oleh Allah. Justru, Abu Lahablah yang akan celaka. Akhirnya, Allah SWT
menurunkan wahyu surat Al-Lahab ayat 1_5.
“Binasalah kedua
tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia! Tidaklah berguna baginya harta dan
apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak
(neraka). Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penebar fitnah). Di
lehernya ada tali dari sabut yang dipintal.”
Sejak saat itu, kaum
kafir Quraisy gencar merintangi Nabi Muhammad dalam berdakwah. Mereka mengejek,
menghina, bahkan melempari Nabi Muhammad dengan kotoran. Bukan itu saja, mereka
juga menyiksa pengikut Nabi Muhammad, terutama dari kalangan budak.
Tahun-tahun Penuh
Derita
“Dan
orang-orang kafir berkata ‘(Al-Qur`an) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang
diada-adakan oleh dia (Muhammad), dibantu oleh orang-orang lain.’ Sungguh,
mereka telah berbuat zhalim dan dusta yang besar.” (QS.
Al-Furqaan [25]: 4)
Kaum Quraisy bukan
hanya menolak ajaran Islam, tetapi juga berupaya menghentikan dakwah Nabi
Muhammad. Mereka berusaha dengan berbagai cara melemahkan Nabi Muhammad. Sebab,
Nabi Muhammad dilindungi oleh pamannya Abu Thalib, kaum Quraisy melampiaskan
kemarahan mereka kepada pengikut Nabi Muhammad. Kaum Quraisy tidak segan-segan
menyiksa mereka.
Beberapa sahabat Nabi
Muhammad mengalami siksaan yang kejam. Sebut saja, Bilal bin Rabah. Ia disiksa
oleh majikannya, Ummayah, dengan dijemur di padang pasir pada siang hari. Di
atas dadanya, ditindih batu besar. Namun, siksaan itu tidak membuat Bilal
lemah. Ia tetap memegang agama Islam. Ia berucap,”Ahad,ahad,ahad (Allah Yang
Esa, Yang Esa, Yang Esa.”
Bahkan, ada yang
disiksa sampai meninggal dunia, seperti Yasar dan istrinya, Saminah, dan anak
mereka Amar bin Yasar. Nabi Muhammad sendiri tidak luput dari tekanan kaum
Quraisy. Beliau pernah dilempari kotoran unta oleh Abu Jahal.
Semakin hari, sikap
permusuhan yang ditunjukkan kaum Quraisy semakin menjadi-jadi. Namun, umat
Islam semakin kokoh memegang agamanya. Melihat hal ini, banyak juga orang-orang
yang simpati. Mereka mulai menyadari kebenaran dakwah Nabi Muhammad. Mereka pun
memeluk Islam. Begitupun dengan Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad
yang sesusuan dengan beliau.
Saat itu, Hamzah
pulang berburu. Ketika hendak pulang, ia mendengar Abu Jahal mencaci maki Nabi
Muhammad kelewat batas. Hamzah menjadi marah. Ia bergegas menuju rumah Abu
Jahal. Sampai di sana, Hamzah langsung menodongkan panahnya ke Abu Jahal.
Abu Jahal tidak berani
melawan. Begitu orang-orang yang ada di sekitarnya. Siapa yang berani melawan
Hamzah, anak dari Abdul Muthalib yang gagah perkasa. Melawan berarti mencari
mati. Hamzah mengancam Abu Jahal agar jangan sekali-kali menyakiti Nabi
Muhammad lagi.
Kemudian, Hamzah
menemui Nabi Muhammad. Ia menyatakan diri memeluk Islam. Hamzah mengucapkan dua
kalimat syahadat. Dengan masuk Islamnya Hamzah, benteng umat Islam semakin
kokoh.
Kabar keislaman Hamzah
cepat tersebar di kalangan kaum Quraisy. Mereka jelas marah. Kemudian, mereka berinisiatif
mendatangi paman Nabi Muhammad, Abu Thalib dan bermaksud memintanya agar menghentikan dakwahnya.
Abu Thalib
menyampaikan permintaan pemuka kaum Quraisy kepada Nabi Muhammad. Namun, dengan
tegas Nabi Muhammad berkata, “Meskipun matahari diletakkan di tangan kananku
dan bulan di tangan kiriku, setapak pun aku tidak akan mundur dari dakwah ini.”
Abu Thalib memeluk
kemenakannya yang sangat ia cintai itu. Ia berjanji akan mendukung dakwah Nabi
Muhammad. Ia akan melindungi Nabi Muhammad dari kaum Quraisy.
Kaum Quraisy kecewa.
Usaha mereka gagal lagi. Kekecewaan mereka bertambah setelah mendengar Umar bin
Khattab memeluk Islam. Umar adalah salah satu tokoh kaum Quraisy yang disegani.
Mungkin hanya Hamzah yang sanggup menandingi keperkasaannya.
Namun, mereka tidak
menyerah. Mereka terus mencari cara untuk menghentikan Nabi Muhammad. Kali ini
mereka sepakat untuk melakukan aksi boikot (menolak untuk bekerjasama) terhadap
Bani Hasyim dan Bani Muthalib, pendukung Nabi Muhammad.
Kaum Quraisy melarang
warganya melakukan hubungan dengan kedua kaum itu dalam segala hal, seperti
jual beli, menikah, tolong-menolong, dan saling mengunjungi. Hal ini
benar-benar membuat Nabi Muhammad dan pengikutnya menderita. Mereka kekurangan
makanan. Namun, hal itu tidak membuat iman mereka goyah. Mereka tetap bertahan
meski hidup penuh penderitaan.
Pemboikotan
berlangsung selama tiga tahun. Namun, selama itu usaha tersebut tidak
membuahkan hasil. Umat Islam tetap teguh memegang agamanya. Kemudian, atas usul
Hisyam bin Amr dan Zuhair bin Abi Umaya, pemboikotan itu akhirnya dicabut.
Sejak saat itu, umat
Islam dapat kembali hidup normal. Namun demikian, mereka tetap dalam tekanan
kaum Quraisy. Pada saat perjuangan masih panjang, kabar duka menghampiri Nabi
Muhammad. Paman beliau, Abu Thalib, meninggal dunia.
Nabi Muhammad sangat
sedih. Ia kehilangan sosok orang yang selama ini melindunginya. Orang yang
menjadikan dirinya sebagai perisai bagi beliau. Belum hilang kesedihan karena
kematian Abu Thalib, Nabi Muhammad kembali mendapat ujian. Istri tercinta,
Khadijah, menyusul meninggal dunia.
Nabi Muhammad semakin
sedih. Ia merasa sangat kehilangan. Khadijalah tempat beliau mencurahkan suka
dan duka dalam berdakwah. Perempuan yang selalu mendukungnya dengan luar biasa.
Perempuan yang menghiburnya saat beliau sedih. Namun, perempuan mulia itu telah
tiada.
Dalam waktu yang
berdekatan, Nabi Muhammad kehilangan Abu Thalib dan Khadijah. Orang yang sangat
dicintainya dan berjasa dalam dakwah. Karena itulah, tahun itu disebut Ammul
Huzni (Tahun Kesedihan).
Peristiwa Isra
Mi`raj
“Mahasuci
(Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami
perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya, Dia
Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Al-Israa`
[17]: 1)
Pada tahun yang penuh
duka tersebut terjadilah peristiwa yang menakjubkan. Peristiwa itu adalah Isra
Mi`raj yang terjadi pada tahun kesebelas kenabian. Nabi Muhammad didampingi
Malaikat Jibril melakukan perjalanan pada malam hari, dari Masjidil Haram di
Mekah ke Masjidil Aqsa di Palestina dengan mengendarai Buraq.
Sampai di Masjidil
Aqsa, Nabi Muhammad naik ke langit. Di setiap tingkatan langit, beliau bertemu
dengan para rasul terdahulu. Nabi Muhammad terus naik lagi ke langit ketujuh
hingga mencapai Sidratul Muntaha. Pada saat itulah, beliau menerima perintah
shalat lima waktu sehari semalam.
Menjelang fajar, Nabi
Muhammad telah kembali ke Mekah. Esoknya, beliau menceritakan peristiwa Isra
Mi`raj itu kepada kaum Quraisy. Namun, mereka tidak mempercayainya. Mereka
menganggap Nabi Muhammad membual.
Saat itulah, datang
Abu Bakar membenarkan apa yang diceritakan Nabi Muhammad. Sejak saat itu, Nabi
Muhammad memanggil Abu Bakar dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq (orang yang
membenarkan).
Hijrah ke
Madinah
“Jika
kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya,
(yaitu) ketika orang-orang kafir telah mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah
seorang dari dua orang ketika keduanya berada di dalam gua, ketika itu dia
berkata kepada sahabatnya, ‘Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama
kita….” (QS. At-Taubah [9]:
40)
Suatu ketika
sekelompok orang dari Madinah dating ke Mekah untuk berziarah ke Ka`bah. Nabi
Muhammad memanfaatkan kesempatan itu untuk berdakwah. Ternyata, mereka
menyambut hangat seruan Nabi Muhammad. Saat itu juga, mereka menyatakan diri
masuk Islam.
Kemudian, mereka
kembali ke Madinah. Sesampainya di Madinah, mereka menceritakan kepada penduduk
Madinah tentang pertemuannya dengan Nabi Muhammad. Penduduk Madinah sangat
antusias. Mereka juga ingin mengetahui ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad. Hal ini disampaikan kepada Nabi Muhammad.
Setelah itu, Nabi
Muhammad mengutus Mush`ab bin Umair untuk berdakwah di Madinah. Penduduk
Madinah menyambutnya dengan suka cita. Hampir semua penduduk Madinah menyatakan
kesiapannya memeluk dan memperjuangkan Islam.
Akhirnya, diutuslah
tujuh puluh orang mewakili penduduk Madinah untuk bertemu Nabi Muhammad di
Bukit Aqabah, mereka menyatakan ikrarnya akan mendukung perjuangan Nabi
Muhammad. Mereka juga menawarkan kepada Nabi Muhammad untuk hijrah ke Madinah.
Nabi Muhammad
memutuskan untuk menerima tawaran mereka. Beliau memerintahkan pengikutnya
untuk hijrah ke Madinah. Peristiwa ini terjadi pada tahun ketiga belas
kenabian. Maka, mulailah umat Islam melakukan perjalanan hijrah ke Madinah.
Mereka membagi dalam kelompok-kelompok kecil agar kaum Quraisy tidak curiga.
Seluruh umat Islam telah
hijrah ke Madinah. Tinggal Nabi Muhammad sendiri, Abu Bakar, dan Ali bin Abi
Thalib. Itulah kemuliaan akhlak beliau sebagai pemimpin. Beliau lebih
mendahulukan keselamatan pengikutnya daripada keselamatan dirinya sendiri.
Setelah dipastikan
umat Islam telah hijrah semua, Nabi Muhammad bersiap hijrah ke Madinah pada
malam itu juga. Beliau menyusun rencana. Ali bin Abi Thalib diperintahkannya
untuk tidur di kamarnya. Ini untuk mengelabui kaum Quraisy yang berusaha
menangkapnya.
Mendengar Nabi
Muhammad akan hijrah, kaum Quraisy merencanakan pembunuhan terhadap Nabi
Muhammad. Tiap-tiap kabilah (kaum) mengutus wakilnya, yaitu seorang pemuda yang
gagah berani untuk berkomplot membunuh Nabi Muhammad.
Malam itu juga,
pemuda-pemuda itu mengepung rumah Nabi Muhammad. Namun, Nabi Muhammad dapat
meloloskan diri atas pertolongan Allah. Kemudian, beliau menuju rumah Abu
Bakar. Di sana, Abu Bakar telah siap. Maka, berangkatlah Nabi Muhammad dan Abu
Bakar hijrah ke Madinah.
Kemudian, para pemuda
Quraisy tersadar Nabi Muhammad telah lolos. Mereka hanya mendapati Ali bin Abi
Thalib. Akhirnya, mereka melakukan pengejaran. Saat itu, Nabi Muhammad
bersembunyi di Gua Tsur bersama Abu Bakar.
Pemuda-pemuda itu
sampai juga di mulut Gua Tsur. Namun, mereka memutuskan tidak memeriksa ke
dalam gua. Mereka berpikir tidak mungkin Nabi Muhammad dan Abu Bakar
bersembunyi di dalam gua itu. Sebab, di dalam mulut gua terdapat sarang
laba-laba dan merpati hutan yang bertelur.
Jika Nabi Muhammad dan
Abu Bakar bersembunyi di dalam gua, tentulah sarang laba-laba itu sudah rusak
dan merpati hutan itu telah pergi. Begitulah pikr mereka. Padahal, itu adalah
salah satu bentuk pertolongan Allah. Dia perintahkan laba-laba membuat sarang
di mulut gua, dan merpati agar bertelur di sana.
Setelah situasi aman,
Nabi Muhammad dan Abu Bakar melanjutkan perjalanan. Mereka menempuh jalur yangt
tidak biasa dilalui orang agar tidak berpapasan dengan orang Quraisy yang ingin
membunuhnya.
Di tengah perjalanan,
mereka berpapasan dengan Suraqah bin Malik. Suraqah bernafsu ingin membunuh
Nabi Muhammad demi hadiah yang akan diterimanya. Suraqah memacu kudanya sambil
menghunuskan pedangnya. Abu Bakar pun siap menjadi tameng bagi Nabi Muhammad.
Ia pun mencabut pedangnya.
Namun, saat Suraqah
sudah dekat dengan Nabi Muhammad, tiba-tiba kudanya terjatuh. Suraqah
tersungkur dan tubuhnya gemetar. Akhirnya, ia sadar bahwa Nabi Muhammad
benar-benar seorang rasul. Suraqah pun memeluk Islam. Ia kembali ke Mekah dan
bertugas mengalihkan perhatian orang yang ingin mengejar Nabi Muhammad. Nabi
Muhammad melanjutkan perjalanan. Setelah menempuh perjalanan cukup jauh,
sampailah beliau di Madinah. Beliau dan Abu Bakar disambut dengan hangat oleh
warga Madinah. Tidak lama berselang, sampai jugalah Ali bin Abi Thalib. Maka,
dimulailah tahapan baru dakwah Nabi Muhammad yang dikenal dengan periode
Madinah.
Peperangan
“Dan
(ingatlah) ketika engkau (Muhammad) berangkat pada pagi hari meninggalkan
keluargamu untuk mengatur orang-orang beriman pada pos-pos pertempuran. Allah
Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS Ali-`Imraan [3]:
121)
Sesampainya di
Madinah, Nabi Muhammad melakukan langkah-langkah strategis. Pertama, beliau
mempersaudarakan golongan Muhajirin dengan golongan Anshar. Golongan Muhajirin
adalah orang-orangt Mekah yang hijrah ke Madinah. Sedangkan, golongan Anshar
adalah orang-orang Madinah yang menyambut orang-orang Mekah.
Kedua, Nabi Muhammad
membangun Masjid Quba untuk kegiatan ibadah dan pusat kegiatan umat. Ketiga,
membuat perjanjian damai antar berbagai suku dan golongan yang ada di Madinah
untuk menjaga kerukunan hidup bersama. Kemudian, perjanjian ini dituangkan
menjadi Piagam Madinah.
Islam semakin
berkembang di Madinah. Umat Islam mulai membangun kekuatan ekonomi, politik,
dan keamanan. Selain itu, pemeluk Islam kian hari kian bertambah. Mereka
tertarik dengan keagungan Islam. Bahkan penduduk Mekah juga berbondong-bondong
ke Madinah untuk menyatakan keislamannya.
Hal ini membuat para
pemuka kaum Quraisy resah. Mereka berniat menyerbu umat Islam. Kemudian, mereka
menghimpun kekuatan perang. Akhirnya, terhimpunlah pasukan sejumlah seribu
orang dengan peralatan perang lengkap.
Mereka bersiap
menyerang Madinah. Umat Islam siap menghadapi kaum Quraisy. Saat itu, jumlah
pasukan muslim hanya tiga ratus orang. Namun, mereka tidak gentar karena yakin
akan pertolongan Allah. Allah pun menurunkan tiga ribu malaikat untuk membantu
pasukan muslim.
Terjadilah peperangan
yang sengit. Dalam peperangan ini, pasukan muslim meraih kemenangan gemilang.
Banyak tokoh kaum Quraisy yang tewas, seperti Abu Jahal dan Umaya bin Khalaf.
Keduanya tewas di tangan Bilal. Perang ini dikenal dengan nama Perang Badar.
Setahun kemudian, kaum
Quraisy menghimpun pasukan lebih besar lagi. Mereka ingin membalas dendam atas
kekalahan di Perang Badar. Nabi Muhammad menyiapkan pasukan muslim untuk
melawan pasukan kafir Quraisy. Terhimpunlah pasukan muslim sebanyak seribu
orang. Mereka pun berangkat ke Bukit Uhud. Namun, di tengah perjalanan, Bani
(kaum) Salamah dan Bani Harisah memutuskan untuk pulang kembali ke Madinah
karena takut berperang.
Walaupun begitu,
pasukan muslim yang di bawah komando langsung Nabi Muhammad, terus bergerak
menuju Bukit Uhud. Akhirnya, kedua pasukan itu bertemu di Bukit Uhud.
Terjadilah peperangan yang seru. Pasukan muslim berhasil memukul mundur pasukan
kafir Quraisy. Pasukan kafir Quraisy mundur dan meninggalkan harta benda
mereka.
Saat itulah, pasukan
pemanah melanggar perintah Nabi Muhammad. Mereka turun dari Bukit Uhud untuk
memperebutkan ghanimah (harta rampasan perang). Mereka tidak menyadari pasukan
Quraisy yang dipimpin Khalid bin Walid dan Ikrimah masih kuat. Akhirnya, kedua
pasukan itu bergabung dan melingkar mendaki Bukit Uhud. Sampai di puncak,
mereka menyerang kembali pasukan muslim dari belakang.
Pasukan muslim
terkejut. Banyak dari mereka yang lari karena tidak siap menerima serangan
mendadak. Namun, banyak juga yang tetap memilih berperang hingga syahid (wafat
karena berjuang di jalan Allah SWT) di medan perang. Bahkan, Hamzah gugur dalam
keadaan yang mengenaskan. Nabi Muhammad sendiri mengalami luka-luka terkena
senjata.
Kekalahan umat Islam
dalam Perang Uhud memberikan pelajaran berharga. Ketidakpatuhan terhadap
panglima perang mengakibatkan sesuatu yang fatal. Puluhan nyawa tewas akibat
kesalahan itu. Kemenangan di depan mata pun lenyap sudah.
Namun, rupanya dendam
kaum Quraisy masih belum terlampiaskan. Mereka menghimpun kabilah-kabilah
(kaum-kaum) lain di luar Mekah untuk menyerang Madinah. Terkumpullah sepuluh
ribu pasukan. Mereka bersiap menyerang Madinah.
Mendengar kabar itu,
beliau langsung mengajak para sahabatnya berdiskusi bagaimana menghadapi
pasukan kafir Quraisy. Kemudian, salah seorang sahabat nabi, Salman Al-Farisy,
memberikan pendapatnya, “Menurut saya, kita menghadapi mereka di Madinah saja.
Kita buat parit di setiap jalan masuk ke Madinah. Mereka tidak akan bisa masuk
ke Madinah. Tapi, kita dapat leluasa menyerang mereka.
Nabi Muhammad dan para
sahabat yang lainnya menyepakati usulan Salman. Lalu, pasukan muslim bahu
membahu membuat parit. Setelah pembuatan parit selesai, mereka bersiap-siap
menghadapi pasukan musuh.
Tak lama, pasukan
musuh akhirnya datang. Namun, mereka tidak menyangka akan dihadang oleh parit
besar dan dalam. Mereka mencoba melewati parit, tapi gagal dan terjatuh ke dalam
parit.
Sementara itu, pasukan
muslim mengintai dari balik parit. Mereka meluncurkan anak panah kepada pasukan
musuh yang mencoba melewati parit.
Saat itu, turun hujan
deras yang disertai badai. Kondisi ini semakin menyulitkan pasukan musuh.
Tenda-tenda mereka terbang terempas badai. Kuda-kuda mereka lari berhamburan.
Akhirnya, mereka pun memutuskan kembali ke Mekah. Perang ini kemudian dikenal
dengan nama Perang Khandaq atau Perang Parit.
Penaklukan
Kota Mekah
“Apabila
datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau lihat manusia
berbondong-bondong masuk agama Allah.” (QS. An-Nashr
[110]: 1_2)
Pada suatu pagi yang
indah, Nabi Muhammad menemui para sahabatnya. Wajah beliau berseri-seri.
Kemudian, beliau menceritakan mimpinya dan wahyu yang diterimanya. Allah
menjanjikan Nabi Muhammad dan pengikutnya akan memasuki Masjidil Haram dalam
keadaan aman.
Para sahabat sangat
gembira mendengar kabar tersebut. Mereka sangat merindukan kampong halaman.
Terutama, rindu dengan Ka`bah.
Pada waktu yang telah
ditentukan, berangkatlah rombongan umat Islam sebanyak seribu enam ratus orang.
Mereka juga membawa hewan-hewan ternak untuk kurban. Mereka siap untuk
melaksanakan ibadah haji.
Namun, perjalanan umat
Islam terhenti di suatu tempat bernama Hudaibiyah. Mereka dihadang oleh para
pemuka kaum Quraisy. Para pemuka Quraisy itu tidak mengizinkan umat Islam
memasuki Mekah.
Untuk menghindari
pertumpahan darah, Nabi Muhammad membuat perjanjian Hudaibiyah dengan kaum
Quraisy. Isinya, mereka sepakat melakukan gencatan senjata selama sepuluh
tahun. Akan tetapi, Nabi Muhammad dan pengikutnya baru diperbolehkan menunaikan
haji pada tahun berikutnya.
Umat Islam kecewa.
Namun, karena itu keputusan Nabi Muhammad, mereka mematuhi. Pada tahun
berikutnya, barulah umat Islam berhaji tanpa ada gangguan sedikit pun.
Pada tahun ketiga
perjanjian Hudaibiyah, kaum Quraisy melanggar perjanjian. Kaum Quraisy membantu
kaum Bakr untuk melawan kaum Khuzaah.
Karena kaum Quraisy
melanggar perjanjian, Nabi Muhammad pun menghimpun kekuatan untuk menaklukan
Mekah. Bukan hanya dari kalangan umat Islam, tapi dari kabilah-kabilah
(kaum-kaum) yang telah menandatangani perjanjian persahabatan juga ikut
bergabung. Terhimpunlah pasukan sebanyak sepuluh ribu orang dengan persenjataan
lengkap.
Sesampainya di Mekah,
Nabi Muhammad tidak mendapat perlawanan apa pun. Pasukan muslim dapat menguasai
Mekah tanpa tetesan darah sedikit pun. Penduduk Mekah diberikan kesempatan oleh
Nabi Muhammad untuk bertobat dan masuk Islam. Maka, berbondong-bondonglah
masyarakat Quraisy memeluk Islam, termasuk Abu Sufyan, tokoh andalan kaum
Quraisy.
Kemudian, Nabi
Muhammad memasuki Masjidil Haram. Beliau menghancurkan berhala-berhala dengan
tongkatnya. Ka`bah dibersihkan dari segala bentuk kesesatan. Nabi Muhammad
melakukan thawaf dan mencium Hajar Aswad. Beliau berkata, “Katakanlah,
kebenaran telah datang dan kebatilan telah hancur.”
Sempurnanya
Islam
“Pada
hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan
nikmat-Ku kepadamu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.…” (QS. Al-Maa`idah [5]: 3)
Demikianlah perjuangan
Nabi Muhammad dalam berdakwah. Perjuangan yang penuh dengan ujian, tantangan,
dan penderitaan. Namun, itu semua dihadapi beliau dengan kesabaran dan
keteguhan hati. Akhirnya, beliau meraih kemenangan.
Pada 25 Dzulqa`idah
tahun 10 Hijriah, Nabi Muhammad mengerjakan ibadah haji bersama sepuluh ribu
kaum muslimin. Beliau juga berkurban menyembelih 63 ekor unta. Ketika beliau
wuquf di Padang Arafah pada 9 Dzulhijjah, turun wahyu terakhir surat Al-Maa`idah
ayat 3. Allah berfirman.
“Pada
hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan
nikmat-Ku kepadamu, dan telah Aku ridhai Islam menjadi agamamu….”
Ayat tersebut
menunjukkan telah selesainya tugas Nabi Muhammad dalam berdakwah. Tidak lama
kemudian, beliau jatuh sakit di rumahnya. Akhirnya, beliau wafat di Madinah
pada usia 63 tahun.
Hikmah
Kisah
Dari kisah Nabi
Muhammad, kita dapat memetik pelajaran berharga bahwa sangat baik apabila kita
memiliki sifat jujur, mandiri, tabah, adil, dapat dipercaya, dan berjiwa besar.
Sebab, dengan sifat-sifat itulah, kita dapat menjadi orang yang sukses di
manapun kita berada. Jadi, mulai sekarang, berlatihlah memiliki sifat-sifat
tersebut.
Kisah ini diambil dari
buku yang berjudul Kisah Menakjubkan
25 Nabi & Rasul, Semoga cerita ini dapat bermanfaat bagi kalian
semua.
Read more »
2 comments:
Terimaksih infonya sangat bermanfaat sekali .
Obat Infeksi Lambung Pada Anak
Setuju temaan. Kejujuran adalah dasar kebahagiaan kita. Terimakasih
menang BERSAMA
Hidup Adalah Perjuangan
Post a Comment